Rabu 30 Oct 2019 09:05 WIB

Nelayan Pulau Sebesi Mulai Melaut Lagi

Hasil tangkapan nelayan mulai membaik.

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Muhammad Hafil
Nelayan (ilustrasi)
Foto: ANTARA
Nelayan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,BANDAR LAMPUNG – Setelah terpuruk sembilan bulan lebih pascatsunami Selat Sunda, nelayan Desa Tejang, Pulau Sebesi, Lampung kembali melaut lagi. Hasil tangkapan ikan nelayan mulai membaik untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya, namun sayang ikan-ikan tidak dapat disimpan lama karena tidak ada alat pendingin.

Menurut Yusuf (57 tahun), nelayan dan juga warga Dusun III Regahan Lada, Desa Tejang, hasil tangkapan nelayan beberapa bulan terakhir sudah cukup baik setelah sembilan bulan tidak melaut. “Sekarang warga dusun yang nelayan sudah melaut lagi, hasil tangkapan ikan sudah kembali normal,” kata Yusuf kepada Republika, Rabu (30/10).

Baca Juga

Nelayan Desa Tejang, kata dia, selain telah menerima bantuan perahu-perahu dan mesin perahu dari Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) sebanyak 88 perahu untuk nelayan di pesisir selatan Kabupaten Lampung Selatan, dan nelayan Pulau Sebesi mendapatkan 34 perahu.

“Sekarang sudah banyak nelayan yang melaut lagi. Lumayan hasil tangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga,” kata Yusuf. Yusuf juga nelayan sekaligus menjadi penampung ikan nelayan setelah turun dari laut.

Menurutnya, nelayan yang tidak memiliki perahu dan mesin rusak akibat bencana gelombang tsunami Selat Sunda akhir tahun lalu, telah mendapatkan bantuan, sehingga dapat melaut kembali. Hasil tangkapan ikan nelayan berkisar 40 sampai 50 kilogram dengan perolehan penghasilan sekira Rp 1,5 juta.

Ia mengatakan sejak kejadian tsunami nelayan sama sekali tidak melaut karena tidak ada perahu dan mesin perahunya rusak. Nelayan beralih kembali menjadi petani kebun. Nelayan tidak mampu memperbaiki perahu atau mesinnya, dan juga atau membeli perahu baru. “Kalau mau beli perahu dari mana uangnya, untuk sehari-hari saja sulit,” katanya.

Arifin (58), nelayan dan juga tokoh masyarakat Pulau Sebesi berharap setelah nelayan kembali melaut, agar pemerintah memerhatikan nasib nelayan di Pulau Sebesi. Masyarakat Pulau Sebesi mendambakan aliran listrik selama 24 jam penuh.

“Kalau listrik 24 jam, kami bisa membuat es batu untuk menyimpan ikan-ikan nelayan dari laut,” kata Arifin.

Selama ini, hasil tangkapan ikan nelayan langsung dijual d penampung karena karena diinapkan akan busuk, karena tidak ada ketersediaan es batu. “Listrik di tempat kami hidup dari sore sampai tengah malam saja,” ujarnya.

Pulau Sebesi masih mengandalkan pasokan energi listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD). Mesin PLTD hanya beroperasi pada pukul 18.00 sampai 24.00. Setelah itu listrik padam dan Desa Tejang gelap gulita. Waktu beroperasi yang pendek tersebut, karena PLTD membutuhkan bahan bakar minyak setidaknya 44 jeriken sebulan. Listrik menyala hanya enam jam, nelayan tidak dapat menggunakan lemari pendinginnya penuh untuk membuat es batu.

“Setengah bulan butuh 22 jeriken solar. Satu jeriken berisi 20 liter. Besar biaya pembangkitnya,” ujar Arifin, yang biasa memesan solar untuk PLTD Pulau Sebesi. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement