REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) menyebut sebanyak 88 daerah kota dan kabupaten mengalami rentan rawan ketersediaan pangan. Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, mengatakan dalam jangka pendek puluhan daerah tersebut setidaknya tidak berstatus rawan pangan.
"Kita akan coba benahi 88 daerah ini. Saya berharap seluruh kementerian lembaga, pemerintah daerah untuk menyatu dan berkonsentrasi," kata Syahrul di Jakarta, Rabu (30/10).
Syahrul mengkui, Kementan tidak mampu untuk mengatasi masalah kerawanan pangan di setiap daerah seorang diri. Karenanya pihaknya perlu melakukan kerja sama dan bersinergi dengan kementerian lembaga lain.
Pada hari yang sama, Kementan meneken Perjanjian Kerja Sama dengan enam kementerian lembaga untuk sinergi penanganan daerah rentan rawan pangan. Enam lembaga itu di antaranya, Kementerian Sosial, Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Dalam Negeri, dan Lemhannas.
Pihaknya meminta agar setiap pejabat eselon I di masing-masing kementerian lembaga saling berkoordinasi untuk pengetasan daeran rentan tersebut. Adapun akhir dari upaya pengentasan kemiskinan yakni masyarakat setempat dapat lebih mandiri untuk hidup.
Lebih lanjut, sudut pandang rentan rawan yang digunakan pemerintah cukup banyak. Mencakup persoalan pangan, akses kesehatan, hingga pendidikan. Namun, Syahrul mengatakan, pihaknya telah memiliki pemetaan daerah rentan rawan pangan beserta klasifikasi kerentanan yang ada di tiap-tiap daerah.
Dari segi ketersediaan pangan, ia menuturkan tidak seluruhnya berkaitan dengan pasokan beras sebagai bahan pokok. Sebab, masing-masing daerah memiliki karakteristik pangan pokok yang berbeda. Adapun kebanyakan masalah yang dihadapi setiap daerah sehingga rentan rawan pangan akibat akses infrastruktur karena lokasi yang terisolasi.
"Tidak hanya beras, tidak hanya makanan juga. Pemetaannya sudah ada. Kategori-kategori itu sudah ada di kita. Kita sama-sama turun. Ini bukan pekerjaan baru, sudah lama tapi kita benahi sekarang," tuturnya.
Bagi Kementan, lanjut Syahrul, pihaknya fokus pada penyediaan komoditas pangan. Soal ini ia mengatakan akan lebih banyak memanfaatkan teknologi citra satelit untuk bisa mengetahui kebutuhan dan potensi komoditas pertanian di tiap daerah. Sementara enam kementerian lembaga lainnya menjalankan fungsi sesuai lingkup tugas masing-masing.
"Siapkan dulu makannya. Lalu bagaimana ketersediaan lahan dengan kontur tanah, itu harus diukur sehingga intervensi kita harus jelas," ucapnya.
Sementara itu, Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementan, Agung Hendriadi menjelaskan, Kementan menggunakan sembilan parameter baku dalam menetapkan suatu daerah berstatus rentan rawan pangan.
Pertama, yakni rasio konsumsi normatif per kapta terhadap ketersediaan pangan. Kedua, persentase penduduk hidup di bawah garis kemiskinan. Ketiga, persentase rumah tangga dengan proporsi pengeluaran untuk pangan lebih dari 65 persen terhadap total pengeluaran. Keempat, persentase rumah tangga tanpa akses listrik.
Selanjutnya yang kelima yakni rata-rata lama sekolah perempuan yang berusia lebih dari 15 tahun. Keenam, persentase rumah tangga tanpa akses air bersih. Ketujuh, rasio jumlah penduduk per tenaga kesehatan terhadap kepadatan penduduk. Kedelapan, prevalensi balita stunting. Adapun yang terakhir yakni angka harapan hidup pada saat bayi lahir.
Agung mengatakan, dari 88 daerah rentan rawan pangan itu sebagian terletak di Indonesia bagian timur. Namun, ia menegaskan, bukan berarti dalam satu daerah semua wilayahnya mengalami kerentanan. "Ada titik (rentan rawan pangan) di 88 daerah itu. Dan perlu diketahui kita masih rentan rawan pangan, bukan sudah rawan pangan," kata dia.