REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne mengatakan Canberra akan minta pertanggungjawaban Cina dalam isu hak asasi manusia. Ia menegaskan bungkam terhadap isu sensitif bukan kepentingan nasional Australia.
Dalam beberapa tahun terakhir hubungan Canberra dengan mitra dagang mereka yang paling penting terus memburuk. Negeri Kangguru menuduh Cina ikut campur dengan urusan domestik mereka. Canberra juga khawatir Beijing memperkuat pengaruhnya di kawasan Pasifik.
"Kami harus menghargai kedaulatan masing-masing, tapi kami akan terus mengangkat isu hak asasi manusia, termasuk seperti yang sudah saya katakan, dengan Cina," kata Payne dalam pidato kebijakannya di Sydney, Rabu (30/10).
Memburuknya hubungan kedua membuat perdagangan bilateral mereka merenggang. Beberapa eksekutif bisnis meminta pemerintahan Australia yang kini dikuasai konservatif untuk lebih memprioritaskan kebijakan ekonomi di atas advokasi sosial.
"Memejamkan mata terhadap semua pelanggaran hak asasi manusia artinya menerima perilaku yang merusak fondasi perdamaian dan stabilitas internasional, di mana tidak ada tantangan, tidak ada progres," kata Payne.
Pidato tersebut disampaikan beberapa jam sebelum Payne berkunjung ke Kepulauan Solomon. Pada bulan September lalu pulau itu mengubah hubungan diplomatiknya dari Taiwan ke Cina. Beberapa tahun terakhir Australia telah terusik dengan pengaruh ekonomi dan politik Cina di Pasifik, kawasan yang selama ini didominasi Australia.
Kedutaan besar Cina di Canberra tidak merespons permintaan komentar tentang pernyataan Payne. Sudah sejak lama Cina dikritik karena membangun kompleks kamp pengasingan di Xinjiang yang mereka sebut sebagai 'pusat pelatihan vokasi'.
Upaya Beijing untuk menyingkirkan ekstremisme dan memberikan keterampilan baru untuk minoritas muslim Uighur yang tinggal di Xinjiang. PBB mengatakan setidaknya ada 1 juta etnik Uighur dan minoritas muslim lainnya yang ditahan di sana.
Sementara, Beijing adalah mitra perdagangan terbesar Australia. Tahun lalu perdagangan bilateral kedua negara mencapai 123,48 miliar dolar AS.
Namun, beberapa pekan terakhir sejumlah politisi Australia mengkritik sikap pemerintah mereka. Walaupun kritik itu mengancam perdagangan bilateral kedua negara.
Menteri Dalam Negeri Australia Peter Dutton mengatakan Cina mengincar partai politik dan universitas. Pernyataan itu memicu teguran keras dari Cina.
Pada bulan September intelijen Australia menetapkan Cina yang bertanggung jawab atas serangan siber terhadap parlemen national dan tiga partai politik terbesar di Negeri Kangguru. Serangan tersebut dilakukan sebelum pemilihan umum pada bulan Mei.
Kementerian Luar Negeri Cina membantah terlibat dalam perentasan apa pun. Mereka mengatakan internet penuh dengan berbagai teori yang sulit dilacak.