REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Empat puluh tahun lalu, Teater Koma sempat menghadirkan sebuah lakon dengan judul JJ Sampah Kota. Setelah melalui proses editing naskah, lakon itu pun akan kembali dihadirkan dengan sejumlah pembaruan.
Penulis naskah J.J Sampah Kota, Nano Riantiarno mengatakan, saat itu ia menulis lakon tersebut untuk didedikasikan kepada istri dan anaknya. Kini, karya itu akan disutradarai oleh anaknya, Rangga Riantiarno dan akan dipentaskan pada 8 November hingga 17 November 2019 di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki Jakarta.
“Naskah yang dihadirkan masih sama seperti yang dipentaskan pada 1979. Hanya ada beberapa bagian yang lebih dipadatkan saja,” kata Nano dalam konferensi pers J.J Sampah Kota di Sanggar Teater Koma di Bintaro, Tangerang Selatan.
Lakon ini mengangkat kisah soal sepasang suami istri Jihan dan Juron (J dan J). Meski mengambil judul soal sampah kota, tapi pokok pikiran yang disampaikan dalam lakon ini adalah soal kejujuran dan kemiskinan. Menurutnya, judul dengan kata sampah kota dipilih karena pemeran utama dalam teater ini merupakan keluarga pemulung yang hidup di antara tumpukan sampah.
“Ini adalah kritik bagi kita semua karena terinspirasi dari korupsi, kejujuran dan ketimpangan sosial. Seluruh hal tersebut pun masih jadi isu hingga saat ini sehingga lakon ini masih relevan untuk kembali dihadirkan,” ujarnya.
Bagi Teater Koma, lakon ini merupakan produksi ke-159. Untuk dapat menikmati pertunjukan ini, pecinta teater dapat membeli tiket dengan harga mulai dari Rp 60 ribu hingga Rp 500 ribu.
Rangga mengatakan, lakon diperankan oleh 35 pemain dengan durasi sekitar 2,5 jam. “Kami menghadirkan lakon ini dengan bekal naskah dan arahan dari ayah saya. Sisanya, kami menuangkan interpretasi atas naskah itu karena saat lakon ini dipentaskan pada 40 tahun lalu itu tidak didokumentasikan dalam wujud foto atau pun video,” kata Rangga.
Lewat debutnya kali ini, ia menjanjikan sebuah kolaborasi seni peran dan musik yang lebih kekinian. Artinya, meski diangkat dari sebuah naskah lama, tapi ia mengemasnya dengan sejumlah hal yang lebih menarik.
Persiapan untuk pementasan hanya dilakukan selama dua bulan. Menurutnya, itu merupakan waktu yang sangat singkat dan membuatnya semakin tertantang untuk menghadirkan lakon yang dapat diterima oleh generasi masa kini.
Dalam konferensi pers, Teater Koma pun menghadirkan cuplikan adegan atas lakon tersebut. Dalam cuplikan yang dihadirkan, Jihan dan Juron terlihat tengah kebingungan untuk mencari uang tambahan demi biaya persalinan. Suasana pun kian mengharukan saat mereka menyanyikan lagu yang menyiratkan sebuah kritik sosial.