REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Santosa mengatakan, pembangunan infrastruktur dasar di setiap daerah yang mengalami kerentanan rawan pangan menjadi kunci untuk pengentasan. Sebab, kata dia, kendala akses masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah.
Andreas menuturkan, secara umum terdapat empat faktor suatu daerah menjadi rawan pangan. Pertama, ketersediaan pangan, baik dari wilayah bersangkutan maupun wilayah lain.
Kedua, kemampuan masyarakat untuk mengakses pangan yang ditentukan dari pendapatan per kapita. Ketiga, keamanan pangan di suatu daerah. Serta yang keempat, sumber daya alam di daerah setempat.
"Infrastruktur itu penting sekali untuk mengentaskan daerah rentan rawan pangan. Empat faktor itu harus dijawab dan dimulai infrastruktur," kata Andreas kepada Republika.co.id, Rabu (30/10).
Lebih lanjut, ia berpendapat ketersediaan infrastruktur membuat masyarakat dapat meningkatkan kesejahteraan. Sebab, infrastruktur mempermudah akses dalam setiap mobilitas masyarakat di suatu daerah. Dengan begitu, ketersediaan pangan dan kemampuan masyarakat untuk mengakses pangan bisa dicapai.
Sementara, persoalan keamanan pangan dan sumber daya alam menjadi pekerjaan selanjutnya yang harus dikerjakan secara paralel. "Intinya, jaringan pangan, distribusi pangan, harus bagus. Kalau tidak, ya potensi rawan tidak akan teratasi," kata dia.
Kementerian Pertanian (Kementan) sebelumnya menyebut sebanyak 88 daerah kota dan kabupaten mengalami rentan rawan ketersediaan pangan. Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, mengatakan dalam jangka pendek puluhan daerah tersebut setidaknya tidak berstatus rawan pangan.
"Kita akan coba benahi 88 daerah ini. Saya berharap seluruh kementerian lembaga, pemerintah daerah untuk menyatu dan berkonsentrasi," kata Syahrul.
Syahrul mengkui, Kementan tidak mampu untuk mengatasi masalah kerawanan pangan di setiap daerah seorang diri. Karenanya pihaknya perlu melakukan kerja sama dan bersinergi dengan kementerian lembaga lain.
Pada hari yang sama, Kementan meneken Perjanjian Kerja Sama dengan enam kementerian lembaga untuk sinergi penanganan daerah rentan rawan pangan. Enam lembaga itu di antaranya, Kementerian Sosial, Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Dalam Negeri, dan Lemhannas.
Pihaknya meminta agar setiap pejabat eselon I di masing-masing kementerian lembaga saling berkoordinasi untuk pengetasan daeran rentan tersebut. Adapun tujuan akhir dari upaya pengentasan kemiskinan yakni masyarakat setempat dapat lebih mandiri untuk hidup.
Lebih lanjut, sudut pandang rentan rawan yang digunakan pemerintah cukup banyak. Mencakup persoalan pangan, akses kesehatan, hingga pendidikan. Namun, Syahrul mengatakan, pihaknya telah memiliki pemetaan daerah rentan rawan pangan beserta klasifikasi kerentanan yang ada di tiap-tiap daerah.
Dari segi ketersediaan pangan, ia menuturkan tidak seluruhnya berkaitan dengan pasokan beras sebagai bahan pokok. Sebab, masing-masing daerah memiliki karakteristik pangan pokok yang berbeda. Adapun kebanyakan masalah yang dihadapi setiap daerah sehingga rentan rawan pangan akibat akses infrastruktur karena lokasi yang terisolasi.