REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup (PLH) dan Sumber Daya Alam (SDA) Majelis Ulama Indonesia (MUI) terus mengkampanyekan eco-masjid di Indonesia. Supaya semakin banyak masjid yang hemat energi dan ramah lingkungan.
Ketua PLH dan SDA MUI, Hayu Susilo Prabowo, mengatakan salah satu konsep ecomasjid adalah konservasi air. Ada tiga konsep konservasi air di antaranya simpan air, hemat air, dan jaga air.
"Simpan air itu misalnya simpan air hujan, (membuat) sumur resapan, biopori, (membuat) embung desa dan menanam pohon," kata Hayu kepada Republika.co.id, Rabu (30/10).
Dia menerangkan, hemat air contohnya tidak boros menggunakan air wudhu dan melakukan daur ulang air wudhu. Contoh menjaga air berupaya agar sumber air yang ada tidak tercemar. Seperti menjaga air sungai dan danau dari limbah-limbah padat dan cair. Oleh karena itu sampah juga harus dikelola agar limbah ini tidak mencemari sumber air.
Menurut dia, ada tiga jenis sampah di antaranya sampah non organik, residu dan organik. Sampah non organik seperti botol dan plastik. Bisanya jenis sampah ini disedekahkan kepada pengumpul sampah. Contoh mengelola sampah organik dibuat untuk pakan ikan dan ayam serta pupuk organik.
Contoh sampah residu adalah bungkus-bungkus sebuah produk dan potongan kertas yang tidak bisa diolah lagi.
"Sampah residu ini kita gunakan untuk (bahan bakar) tungku refuse derived fuel (RDF) atau tungku bakar sampah tanpa asap untuk pengganti liquefied petroleum gas (LPG)," ujarnya.
Hayu menyampaikan sudah ada beberapa eco-masjid di Tanah Air. Di antaranya Masjid Az Zikra di Sentul dan Pesantren Nurul Iman di Parung, Bogor. PLH dan SDA MUI terus mengajak masjid dan organisasi keagamaan membuat ecomasjid semakin banyak.
Meski PLH dan SDA MUI siap mengajari dan membantu masjid atau pesantren yang ingin menerapkan konsep eco-masjid. Namun, masih banyak masjid yang terkendala dana saat ingin menjadi eco-masjid. Karena itu berbagai pihak perlu bersinergi untuk mewujudkan eco-masjid.