REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Senat Prancis menyetujui rancangan Undang-Undang yang akan mewajibkan pelajar perempuan melepas jilbab untuk acara sekolah. Rancangan UU tersebut diajukan oleh kelompok kanan Prancis.
Seperti dilansir Daily Sabah pada Kamis (31/10), permasalahan tersebut telah menjadi berita hangat dalam beberapa pekan terakhir, terutama sejak seorang politisi sayap kanan keberatan dengan kehadiran seorang ibu yang mengenakan jilbab saat menemani anaknya dalam perjalanan sekolah ke pertemuan majelis regional.
Selain itu, setujunya Senat Prancis terhadap RUU itu menyusul dua orang pria yang terluka parah dalam serangan penembakan di sebuah masjid di selatan kota Bayonne. Pelakunya yang berlatar belakang ekstrem kanan pun ditangkap.
Meski Senat Prancis telah menyetujui, tetapi RUU yang mewajibkan perempuan melepas jilbab untuk acara sekolah harus mendapat persetujuan dari Majelis Nasional agar bisa berlaku.
Namun demikian, partai La Republique En Marche atau Republic on the Move sebagai partai yang mempunyai kursi terbanyak dalam majelis Nasional menentang RUU itu. Hal itu membuat RUU yang mewajibkan perempuan yang mengenakan jilbab untuk melepasnya saat mengikuti acara sekolah kecil kemungkinan akan disetujui Majelis Nasional.
Prancis merupakan negara dengan populasi muslim terbesar di Eropa. Diperkirakan terdapat lebih dari 5 juta muslim dari populasi 67 juta warga Perancis. Simbol-simbol agama yang digunakan di depan publik bisa menjadi kontroversi di negara sekuler tersebut.
Selama bertahun-tahun, kelompok hak asasi manusia di Prancis telah menyuarakan bahwa hukum sekuler Perancis justru menumbuhkan Islamophobia dan mendiskriminasi perempuan muslim. Sejak 2004, Prancis telah melarang siswa mengenakan pakaian atau simbol agama ke sekolah menyusul kontroversi tentang siswa muslim yang mengenakan jilbab.
Prancis juga menjadi negara pertama di Eropa yang melarang penggunaan burqa dan niqab di tempat umum pada 2010. Pada 2014, Pengadilan Hak asasi Manusia Eropa mengatakan undang-undang itu bisa mendorong stereotip berlebihan.
Selain itu, kontroversi tentang pelarangan burkini di sebuah resor di Riviera juga terjadi di negara itu. Sejak saat itu, muslim Prancis memiliki keprihatinan yang semakin besar. Mereka menilai kebijakan yang diambil sejumlah otoritas Kota melarang burkini bisa mengarah pada stigmatisasi lebih lanjut terhadap umat Islam.