Kamis 31 Oct 2019 09:35 WIB

Kabinet Hariri di Lebanon Diminta Bertugas Sementara

Pasukan keamanan mulai membersihkan jalan usai demonstrasi di Lebanon.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
Presiden Lebanon Michel Aoun di istana kepresidenan di Baabda, timur Beirut, Lebanon, 24 Oktober 2019.
Foto: Dalati Nohra/Lebanese government via AP
Presiden Lebanon Michel Aoun di istana kepresidenan di Baabda, timur Beirut, Lebanon, 24 Oktober 2019.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Presiden Lebanon Michel Aoun meminta kabinet Perdana Menteri Saad Hariri melanjutkan tugas sementara sampai kabinet baru terbentuk setelah pengunduran diri Hariri. Bersamaan dengan itu, pasukan keamanan mulai membuka jalan utama setelah dua pekan protes besar yang melumpuhkan negara.

Tentara telah meminta para demonstran membersihkan semua penghalang jalan untuk memastikan bahwa hidup kembali normal, Rabu (30/10). Langkah itu dilakukan sehari setelah Hariri mengumumkan pengunduran diri pemerintahnya dalam pidato yang disiarkan televisi kepada negara itu.

Baca Juga

Pengumuman Hariri memuaskan salah satu tuntutan utama gerakan protes. Unjuk rasa menyatukan orang-orang dari seluruh perpecahan politik dan agama Lebanon, tetapi para demonstran berjanji untuk terus mendorong perubahan yang lebih dalam.

Namun, tanpa ada alternatif yang jelas bagi Hariri untuk mengisi jabatan perdana menteri, yang diperuntukkan bagi Muslim Sunni dalam sistem pembagian kekuasaan Lebanon, maka tidak ada pula jalan keluar yang jelas dari krisis politik. Sejalan dengan Konstitusi, Aoun meminta Hariri untuk tetap sebagai perdana menteri sementara. Presiden sekarang diharapkan untuk memulai konsultasi dengan para pemimpin blok politik di Parlemen untuk membahas penunjukan calon perdana menteri baru.

"Masih ada jalan buntu, tetapi oleh kenyataan bahwa presiden masih belum menetapkan tanggal untuk konsultasi ini [untuk memulai] adalah indikasi bahwa mereka berusaha untuk menemukan semacam formula kompromi di belakang layar," kata koresponden Aljazirah, Zeina Khodr melaporkan dari Beirut.

"Jika mereka tidak dapat mencapai kesepakatan, kita mungkin menyaksikan kekosongan kekuasaan yang berkepanjangan," katanya menambahkan.

Menyusul pemilihan tahun lalu, Hariri membutuhkan sembilan bulan untuk mengumpulkan pemerintah koalisi yang menyatukan hampir semua partai yang bertikai di Lebanon, termasuk kelompok Syiah Hizbullah dan Gerakan Patriotik Bebas Kristen Maronit. Namun, dia memasuki pemerintahan ketiganya saat Hizbullah semakin kuat. Hizbullah bersama dengan sekutunya memenangkan mayoritas anggota parlemen dalam pemilihan, sementara Hariri kehilangan sepertiganya.

Lebanon diperintah oleh perjanjian pembagian kekuasaan yang dikenal sebagai "perjanjian Taif". Perjanjian itu dirancang untuk mendistribusikan kembali kekuasaan setelah berakhirnya perang saudara 15 tahun pada 1990. Jumlah kursi di parlemen sama-sama terbagi antara orang Kristen dan Muslim. Presiden harus seorang Kristen dan pemimpin Parlemen seorang Muslim Syiah, sedangkan perdana menteri harus dari Muslim Sunni.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement