REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pemerintah akan mencari cara agar pemekaran daerah Papua tidak menimbulkan kecemburuan daerah-daerah lain. Pemerintah melihat, secara politis, ekonomis, dan administratif memang wilayah Papua diperlukan pemekaran.
"Pemekaran akan dilakukan tapi tentu dicari jalan-jalan proseduralnya agar tidak terjadi apa yang disebut kecemburuan dan sebagainya. Kalau Papua itu kan memang tampaknya alternatifnya dimekarkan," ujar Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, usai rapat koordinasi di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis (31/10).
Menurutnya, memang secara umum pemekaran daerah saat ini sedang dimoratorium. Tapi untuk Papua, kata dia, baik secara politis, ekonomis, maupun administratif memang perlu dilakukan pemekaran daerah tersebut.
"Secara umum ada moratorium. Tapi untuk Papua itu, baik secara politis, secara ekonomis, administratif memang diperlukan pemekaran," kata dia.
Sebelumnya ia telah menyebutkan, pemekaran wilayah Papua dapat dilakukan meski ada moratorium pemekaran daerah. Hal itu mengacu pada Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP).
"Moratorium pemekaran (dicabut)? Tentu, kan di dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang PPP itu kan memang pemekaran atau penggabungan wilayah itu masuk daftar komulatif yang bisa sewaktu-waktu dimunculkan lagi," jelas Mahfud di Kemenko Polhukam, Selasa (29/10).
Mahfud menyebutkan, ada kemungkinan Papua akan ditambah dua provinsi baru. Untuk melakukan pemekaran tersebut, pemerintah akan memetakan terlebih dahulu masyarakat di sana agar terjadi asimilasi yang baik.
"Mungkin dibuka provinsi baru di sana. Mungkin ditambah dua gitu ya, tapi nanti lah harus dianalisis dulu dilihat petanya," jelas Mahfud.
Ia menjelaskan, pemerintah akan memetakan terlebih dahulu ada di mana saja kantong-kantong penduduk yang ada di Papua. Selain itu, pemerintah juga akan mencari cara agar masyarakat yang tinggal di gunung dengan masyarakat yang tinggal di pantai dapat berasimilasi.