Kamis 31 Oct 2019 18:01 WIB

Ada Retakan, Qantas Kandangkan Pesawat Boeing 737 NG

Qantas akan memeriksa semua 33 unit pesawat Boeing 737 NG miliknya.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Ani Nursalikah
Pesawat Qantas.
Foto: EPA
Pesawat Qantas.

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Maskapai penerbangan Australia, Qantas, melarang terbang satu unit armada Boeing 737 Next Generation (NG) miliknya. Hal itu dilakukan setelah ditemukannya retakan pada salah satu bagian pesawat.

“Meski terdapat retakan, hal itu tidak segera membahayakan keselamatan pesawat. Kami tidak akan pernah mengoperasikan pesawat itu kecuali jika benar-benar aman untuk melakukannya,” kata Qantas dalam sebuah pernyataan, dikutip laman BBC, Kamis (31/10).

Baca Juga

Qantas menyebut tak ada armada Boeing 737 NG miliknya yang telah melakukan penerbangan lebih dari 30 ribu kali. Sementara pesawat yang ditemukan retakan pada salah satu bagiannya melakukan penerbangan kurang dari 27 ribu perjalanan.

Kendati demikian, Qantas akan memeriksa 33 pesawat Boeing 737 NG miliknya pada Jumat (1/11). Qantas tak memberi penjelasan terperinci tentang proses pemeriksaan tersebut.

Sekitar 50 pesawat Boeing 737 NG yang tersebar di berbagai negara telah dilarang melakukan penerbangan. Hal itu menyusul ditemukannya retakan pada bagian struktural pesawat dalam inspeksi yang dilakukan Otoritas Penerbangan Federal Amerika Serikat (FAA).

Boeing telah meminta maaf kepada semua perusahaan dan pelanggan atas masalah tersebut. "Boeing menyesalkan dampak masalah ini pada pelanggan (pesawat) 737 NG kami di seluruh dunia," kata Boeing.

Bulan lalu, Boeing telah memberitahu FAA mereka menemukan adanya retakan komponen struktural pada pesawat 737 NG. Retakan itu terletak di bagian yang merekatkan badan dan sayap pesawat.

Retakan itu dapat mempengaruhi integritas struktural pesawat dan mengakibatkan pesawat kehilangan kontrol. Jenis 737 NG adalah pesawat jenis 737 generasi ketiga dan versi sebelum 737 MAX yang kini dilarang mengudara akibat dua kecelakaan di Indonesia serta Ethiopia dalam kurun waktu lima bulan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement