REPUBLIKA.CO.ID, MONTREAL -- Rencana untuk mengubah gereja lokal di Montreal, Kanada, menjadi masjid dan pusat kebudayaan Islam akhirnya ditunda setelah adanya kemungkinan penjualan gereja dibatalkan.
Penundaan ini terjadi sebagai akibat dari reaksi penduduk di wilayah utara Montreal tersebut. Para pemimpin Paroki (keuskupan) meminta peristiwa penembakan massal umat Islam pada 2017 di kota Quebec dijadikan sebagai pembenaran untuk menunda proyek tersebut.
Para anggota keuskupan di Trois-Rivieres, Quebec, yang terlatak di sepanjang Sungai St. Lawrence antara Montreal dan Kota Quebec, mengirim satu litani email kemarahan dan mengancam ke paroki. Sementara pihak lain berbicara selama konsultasi publik yang diadakan di awal Oktober lalu.
Seorang anggota paroki yang memimpin sebuah komite tentang masa depan gereja-gereja di kawasan itu, Rene Beaudoin, mengatakan protes tersebut membuat Uskup Luc Bouchard memikirkan dari enam pria Muslim yang ditembak mati di sebuah masjid di kota Quebec pada 2017. Uskup lantas memutuskan untuk menghentikan proses penjualan gereja tersebut.
Menurutnya, Uskup tidak ingin peristiwa penembakan seperti demikian terjadi di Trois-Rivieres. Paroki, kata dia, ingin bersikap bijaksana.
"Kami mendapat email yang mengatakan, 'penjualan tidak akan terjadi' dan hal-hal lain seperti itu. Jadi Uskup menghentikan penjualan. Dia bilang dia ingin memadamkan api," kata Beaudoin, dilansir di Toronto Star, Jumat (1/11).