Jumat 01 Nov 2019 14:27 WIB

Industri Pengolah Tembakau Besar-Sedang Tumbuh Negatif

Di sisi lain, industri mikro kecil (IMK) pengolahan tembakau tumbuh positif.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolanda
Pekerja menandai kualitas tembakau rajangan di gudang penyimpanan tembakau milik sebuah industri rokok di Karangawen, Demak, Jawa Tengah, Senin (16/9/2019).
Foto: Antara/Aji Styawan
Pekerja menandai kualitas tembakau rajangan di gudang penyimpanan tembakau milik sebuah industri rokok di Karangawen, Demak, Jawa Tengah, Senin (16/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, laju pertumbuhan industri pengolahan tembakau pada Oktober 2019 secara tahunan (year on year/yoy) tumbuh negatif hingga 12,73 persen. Sementara, industri yang sama untuk kelas mikro dan kecil justru mampu tumbuh positif hingga 9,68 persen.

Kepala BPS, Suhariyanto mengatakan, saat ini merupakan musim panen tembakau oleh para petani di sejumlah sentra. Di saat panen ini, industri mikro kecil (IMK) pengolahan tembakau yang notabene berada di sentra-sentra tembakau tengah mengolah hasil panen menjadi rajangan atau irisan tembakau yang siap dipakai industri.

Baca Juga

Lebih lanjut, Suhariyanto menuturkan, rajangan tersebut akan diserap oleh industri pengolahan tembakau skala besar dan sedang (IBS) menjadi bahan baku pembuatan rokok. Hanya saja, meski dilakukan penyerapan, rajangan tersebut tidak serta merta diolah menjadi rokok yang siap diperjual-belikan.

"IMK dan IBS tidak harus sejalan. Di sana (IBS) rajangan bisa digunakan sebagai stok dahulu. Jadi, bukan berarti IMK naik IBS naik," ujar Suhariyanto dalam Konferensi Pers di Jakarta, Jumat (1/11).

Angka pertumbuhan industri manufaktur yang dirilis BPS, kata Suhariyanto, juga dikhususkan pada kegiatan produksi. Artinya, angka pertumbuhan menjadi cerminan situasi tingkat produksi baik di level IMK maupun IBS.

Kegiatan produksi dari IBS yang tengah tumbuh melambat tersebut juga sejalan dengan situasi inflasi. Dimana, BPS mencatat rokok menjadi salah satu komoditas utama penyumbang inflasi Oktober 2019 sebesar 0,01 persen. Dengan kata lain, produksi rokok dari IBS yang belum begitu besar mengakibatkan kenaikan harga dan berdampak pada inflasi Oktober.

Sementara itu, Direktur Statistik Industri BPS, Marlina, menambahkan produksi rokok saat ini memang tengah berkurang. Pabrik rokok, dalam setiap kegiatan produksinya tidak berdasarkan pada situasi panen atau tanam. Penyerapan tembakau dalam bentuk rajangan dilakukan rutin saat panen. Namun, produksi rokok mengikuti situasi pasar.

"Dia (IBS) itu dia produksi rokok sesuai jenis yang sekarang sedang laku. Kalau rokok (asal diproduksi) lalu kelamaan (tidak terjual) rasanya berkurang. Jadi memang agar berbeda kalau soal tembakau ini," ujarnya.

Lebih lanjut, Marlina menuturkan, kebijakan kenaikan cukai rokok yang bakal mulai diterapkan awal tahun depan akan berimas langsung kepada industri besar dan sedang. Terutama pada kenaikan ongkos produksi. Hal itu secara langsung akan membebani industri mikro dan kecil. Karenanya, ia menilai, dampak langsung cukai pada IMK tidak akan terjadi secara langsung, namun pasti ada dampaknya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement