Jumat 01 Nov 2019 16:02 WIB

Soal Istilah Manipulator Agama, MUI Pertanyakan Radikalisme

Anwar Abbas justru ingin mendengar dari banyak kalangan soal apa itu radikalisme.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ratna Puspita
Sekjen MUI Anwar Abbas (kedua kanan) saat menerima kunjungan Dewan Masjid Indonesia di Kantor MUI, Jakarta, Jumat (1/11).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sekjen MUI Anwar Abbas (kedua kanan) saat menerima kunjungan Dewan Masjid Indonesia di Kantor MUI, Jakarta, Jumat (1/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas belum dapat bicara lebih jauh soal usulan Presiden Joko Widodo untuk mengganti istilah radikal dengan manipulator agama. Ia justru ingin mendengar dari banyak kalangan soal apa itu radikalisme.

Dia mengaku belum dapat memahami apa yang dimaksud dengan radikalisme. "Apakah kalau orang misalnya ingin menyampaikan ajaran agamanya dan dia ingin memperjuangkan ajaran agamanya apakah dia dianggap radikal," ujar dia saat di kantor MUI, Jakarta, Jumat (1/11).

Baca Juga

Anwar pun menyinggung soal persoalan yang terjadi di Papua. Dia heran tidak ada penyematan istilah radikal untuk masalah di Papua.

"Sepanjang pengetahuan saya, teman-teman di Papua ingin melakukan separatisme, tidak ada kata radikal, tidak pernah saya dengar kata radikalisme, saya enggak tahu ini. Karena ini tendensius bagi saya, karena mereka tidak sama agamanya dengan saya atau bagaimana," ungkapnya.

Karena itu, Anwar meminta semua pihak merenungkan soal diksi yang disematkan pada kelompok tertentu. "Ya kita renungkan dululah, apakah diksi itu tepat atau tidak," kata dia.

Pada kesempatan itu, Anwar juga menanggapi usulan doa pakai bahasa Indonesia. Anwar mengatakan, berdoa itu baik dalam bahasa apa saja. Ia mengatakan berdoa boleh dalam bahasa apa saja, termasuk dalam bahasa Cina.

"Cuma kan beliau bilang begini, sepanjang pengetahuan saya ya, kita kan sering membaca doa dalam bahasa Arab, supaya yang mendengar itu tahu apa yang dibaca, doa apa yang diminta kepada Allah, tolong buat juga bahasa Indonesianya. Kan enggak masalah itu, apa masalahnya di situ? Saya rasa baik-baik saja, sah-sah saja ya, elok-elok saja," tuturnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement