Jumat 01 Nov 2019 17:30 WIB

Majelis Rakyat Papua Klaim tak Dilibatkan soal Pemekaran

Majelis Rakyat Papua menyayangkan sikap pemerintah.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Muhammad Hafil
Peta Papua. Ilustrasi
Foto: Google Maps
Peta Papua. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Majelis Rakyat Papua (MRP) menyayangkan sikap pemerintah pusat dalam wacana pemekaran provinsi di Papua. Ketua Urusan Rumah Tangga MRP Dorince Meheu mengatakan, semestinya Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan kepada kementerian terkait pemekaran, untuk berdiskusi dengan lembaga resmi adat yang didirikan negara sebagai representasi orang asli Papua. MRP kata dia, sampai hari ini, tak pernah dilibatkan dalam apapun pembahasan untuk ‘membelah’ Papua ke dalam tiga daerah tingkat satu.

Dorince menegaskan, sebagai lembaga resmi negara, MRP seharusnya dilibatkan dalam usulan wacana, maupun pembahasan. “Kalau ada Tim 61 yang datang ke Presiden silakan saja. Kami (MRP) diam. Tetapi ya mohon maaf, kondisi Papua ini semua harus jaga toh. Apakah kami ini dihormati atau tidak,” ujar dia saat dihubungi Republika, Jumat (1/11). Tim 61, adalah para perwakilan dan tokoh adat Papua yang punya jasa memenangkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Papua saat Pilpres 2019 lalu. Tim tersebut, bulan lalu, mendatangi Istana Negara di Jakarta dan menyampaikan agar Papua kembali dimekarkan.

Baca Juga

Menurut Dorince, MRP tak dalam posisi dukung mendukung pemekaran. Hanya, menurut dia, persoalan pemekaran menjadi ranah MRP dalam konstitusional. Mengacu Pasal 76 UU 21/2001, MRP punya kewenangan mutlak mengusulkan, membahas, dan memberikan rekomendasi pemekaran wilayah Papua sebelum diresmikan oleh pemerintahan di Jakarta. Karena itu, menurut Dorince, nihilnya peran MRP dalam wacana pemekaran seperti mengangkangi, fungsi dan peran MRP sebagai lembaga kultural untuk Papua yang dibentuk oleh negara sendiri. “Apakah mereka tahu, ada MRP?,” ujar dia.

Dorince menambahkan, terkait pemekaran, MRP belum melihat adanya aspirasi resmi yang disampaikan di daerah-daerah adat. Itu mengapa, kata dia, MRP belum membahas. Menurut dia, jika pemekaran tersebut menjadi kebutuhan untuk mensejahterakan orang-orang asli Papua, wacana tersebut akan menjadi baik dan harus didukung. “Sah-sah saja kalau memang itu sudah menjadi keputusan Presiden,” kata Dorince. Namun sebaliknya, kata dia, yang tak diinginkan semua orang di Papua, pemekaran menjadi ajang membayar jasa-jasa politik segelintir orang. Namun apapun alasannya, kata Dorince, MRP seharusnya tetap disertakan dalam setiap usulan, pembahasan, dan pengambilan keputusan. 

Sebagai pribadi, Dorince pun melihat wacana pemekaran yang berkembang saat ini tak memperhatikan aspek kesatuan wilayah adat. Dorince, adalah anggota MRP perwakilan dari gereja dan  kelompok perempuan asli Papua dari wilayah adat Tabi. Ia mengatakan, di wilayah adatnya, wacana pemekaran itu sudah lama. Tetapi, berbeda dengan rencana pembagian wilayah yang saat ini digaungkan pemerintah pusat. Dorince menyarankan, jika wacana pemekaran berlanjut pada pembahasan yang matang, seharusnya pemerintah pusat melakukan pemekaran beradasarkan wilayah adat.

Dorince menilai tak tepat jika pemerintah membentuk provinsi baru di Bumi Cenderawasih berdasarkan letak geografis dan administratif saat ini. Jika mengacu pada wilayah suku adat, Dorince mengatakan, akan ada tujuh provinsi di Tanah Papua. “Tidak ada Papua Selatan, Papua Tengah. Kalau mau dimekarkan, itu Papua Tabi, Papua Anim Ha,” ujar dia. Dorince mengacu pada pembagian wilayah adat di seluruh Papua, termasuk Papua Barat. “Itu ada lima (wilayah adat) di Papua, dan dua di Papua Barat. Kalau mau dimekarkan, itu jadi ada tujuh,” sambung dia. 

Ia menjelaskan, Papua Tabi, Anim Ha, Saire Ri, Me Pago, La Pago, lima wilayah adat yang seharusnya menjadi provinsi masing-masing di Papua. Sedangkan di Papua Barat ada dua wilayah, Momberay, dan Domberay yang seharusnya menjadi provinsi terpisah. “Itu MRP sebagai lembaga kultur di Papua, dan ada MRP di Papua Barat yang berbeda. Jadi ada dua (MRP) nantinya,” sambung dia. Karena itu menurut Dorince, rencana pemerintah pusat yang hanya akan membagi Provinsi Papua saat ini ke dalam tiga wilayah dengan memekarkan dua provinsi baru, seharusnya tak buru-buru. Menurut dia, perlu ada pembahasan yang matang mengenai pemekaran tersebut.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement