REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan Pusat Muhammadiyah optimistis Kepolisian Republik Indonesia dapat berkomunikasi lebih intensif dengan organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam terutama terkait persoalan radikalisme dan terorisme.
Harapan itu disampaikan menyusul penunjukan Jenderal Pol Idham Azis sebagai Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), menggantikan mantan Kapolri Tito Karnavian.
"Kami berharap polisi dalam hal ini bisa menjadi lembaga yang dapat lebih berkomunikasi secara intens dan intensif dengan ormas-ormas Islam," kata Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti usai acara penyerahan dana CSR untuk pembangunan Masjid At-Tanwir di Pusat Dakwah Muhammadiyah Jakarta, Jumat (1/11).
Ia mengatakan, paradigma polisi dalam radikalisme dan terorisme perlu dievaluasi. Pasalnya pemberantasan terorisme dan radikalisme yang mereka lakukan terkesan seakan-akan sedang berperang melawan umat Islam. "Padahal sebenarnya persoalan radikalisme dan terorisme ada pada berbagai kelompok masyarakat."
Terorisme dan radikalisme, menurutnya, tidak hanya menyembunyikan diri pada kelompok agama saja tetapi juga pada kelompok politikus dan berbagai elemen masyarakat lainnya.
Oleh karena itu, ia berharap Kapolri Jenderal Pol Idham Azis dapat melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Muhammadiyah juga berharap polisi dapat menjadi lembaga yang menjamin rasa aman bagi masyarakat dengan memberi perlindungan secara keseluruhan.
"Maknanya polisi harus mengubah citra sebagai aparatur yang lebih ramah kepada masyarakat dan bisa memberi perlindungan sebaik-baiknya kepada masyarakat," katanya.
Ia juga berharap agar kepolisian juga dapat menuntaskan berbagai macam persoalan yang selama ini belum dapat diselesaikan. "Termasuk yang sangat dituntut oleh masyarakat itu misalnya pelanggaran HAM berat. Kemudian juga kasus Novel dan persoalan-persoalan lainnya," katanya, merujuk pada kasus penyerangan terhadap penyidik KPK Novel Baswedan.