Jumat 01 Nov 2019 20:23 WIB

Nasdem Bertemu PKS, Wapres Ma'ruf: Redakan Ketegangan

Pertemuan Nasdem dan PKS tak dapat diartikan koalisi pemerintah tidak solid.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Teguh Firmansyah
Wakil Presiden Ma'ruf Amin saat diwawancarai wartawan di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (1/11).
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Wakil Presiden Ma'ruf Amin saat diwawancarai wartawan di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (1/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Ma'ruf Amin menilai pertemuan petinggi Partai Nasdem dan PKS sebagai bagian silaturahmi politik. Menurut Ma'ruf, pertemuan Nasdem-PKS ini bagian dari upaya meredakan ketegangan politik yang memanas pasca-Pilpres lalu.

"Saya rasa ini hasil akhir politik, bagian budaya kita sebagai bangsa itu bagus sekali, menghilangkan ketegangan jangan berhadapan terus tapi berangkulan, silaturahim, saya kira itu situasi yg harus kita pertahankan," ujar Ma'ruf saat diwawancarai wartawan di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (1/11).

 

Karena itu, ia tak mempersoalkan pertemuan kedua partai tersebut. Menurut Ma'ruf, adanya pertemuan itu tak kemudian diartikan koalisi partai pendukung pemerintahan tak solid.  

 

"Ya kalau kita sih karena kita memang di dalam politik perlu ada komunikasi politik, silaturahim politik, untuk juga membangun suasana bersahabat, kalau menurut saya biasa-biasa saja," ujar Ma'ruf.

photo
Presiden PKS Mohamad Sohibul Iman berpelukan dengan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh usai melakukan pertemuan di Kantor DPP PKS, Jakarta, Rabu (30/10).

 

Terlebih, Ma'ruf menilai pertemuan serupa juga pernah dilakukan partai-partai lain maupun politikus lainnya. "Sebelumnya juga ada komunikasi Pak Prabowo dengan Bu Mega dengan kelompok-kelompok kemudian ini ada juga," ujar Ma'ruf.

 

Ma'ruf meyakini, dengan banyaknya pertemuan tersebut akan menghilangkan pembelahan yang ada di masyarakat. Namun demikian, pertemuan juga tidak berarti menghilangkan fungsi adanya oposisi di oemerintahan. "Tidak berarti kemudian menghilangkan kekuatan penyeimbang, tetap masih ada, tidak seluruhnya, sehingga check and balancesnya masih tetap ada tetapi situasinya lebih kondusiflah, lebih bagus," ujar Ketua Majelis Ulama indonesia (MUI) tersebut.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
سَيَقُوْلُ الْمُخَلَّفُوْنَ اِذَا انْطَلَقْتُمْ اِلٰى مَغَانِمَ لِتَأْخُذُوْهَا ذَرُوْنَا نَتَّبِعْكُمْ ۚ يُرِيْدُوْنَ اَنْ يُّبَدِّلُوْا كَلٰمَ اللّٰهِ ۗ قُلْ لَّنْ تَتَّبِعُوْنَا كَذٰلِكُمْ قَالَ اللّٰهُ مِنْ قَبْلُ ۖفَسَيَقُوْلُوْنَ بَلْ تَحْسُدُوْنَنَا ۗ بَلْ كَانُوْا لَا يَفْقَهُوْنَ اِلَّا قَلِيْلًا
Apabila kamu berangkat untuk mengambil barang rampasan, orang-orang Badui yang tertinggal itu akan berkata, “Biarkanlah kami mengikuti kamu.” Mereka hendak mengubah janji Allah. Katakanlah, “Kamu sekali-kali tidak (boleh) mengikuti kami. Demikianlah yang telah ditetapkan Allah sejak semula.” Maka mereka akan berkata, “Sebenarnya kamu dengki kepada kami.” Padahal mereka tidak mengerti melainkan sedikit sekali.

(QS. Al-Fath ayat 15)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement