REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terlibat dalam pementasan wayang orang bukan hal baru bagi Maudy Koesnaedi. Perempuan 44 tahun itu sudah delapan kali berperan di panggung wayang orang, termasuk pentas terbarunya, "Sang Sukrasana", 17 November mendatang.
Meski bisa dibilang sudah cukup berpengalaman, Maudy menghadapi satu tantangan besar setiap kali menghidupkan karakter wayang orang. Pemeran Zaenab di sinetron Si Doel Anak Sekolahan itu selalu kesulitan jika harus menembang.
"Kalau sudah disuruh nembang, mampus deh. Karena nada musik gamelan itu terbatas, beda sama piano atau alat musik modern, jadi saya harus menyesuaikan dengan nada musik gamelan itu dan biasanya sangat tinggi," ucap Maudy.
Karena tidak memiliki latar belakang penyanyi, dia susah menggapai nada lirih tersebut. Maudy terus berusaha agar menembang dengan performa maksimal dengan banyak berlatih di rumah, walau terkadang mendapat lontaran protes dari suami dan anaknya.
Maudy cemas karena aksi menembang yang dia lakoni harus secara langsung di atas panggung. Apabila nada awal yang dia ambil salah, maka seterusnya akan salah. Karena itu, Maudy mempersiapkan pertunjukan dengan lebih matang.
Selain persiapan menembang, Maudy juga memastikan tariannya nanti akan optimal. Dia sudah menguasai gerakan koreografi dasar, tetapi terus berlatih guna mengimbangi gerakan luwes para bidadari yang menari bersamanya di salah satu adegan.
Ibu satu anak itu memerankan tokoh bernama Dewi Citralangeni. Dia beradu akting dengan Lukman Sardi, Asmara Abigail, Ruth Marini, Inayah Wahid, Tina Toon, Kenthus Ampiranto, juga deretan pemain dari berbagai profesi.
"Sang Sukrasana" melibatkan seniman, aktor, anggota TNI/Polri, pejabat pemerintah, pegawai swasta, jurnalis, mahasiswa, hingga ibu rumah tangga. Menurut Maudy, hal itu tepat untuk membumikan wayang orang ke berbagai lapisan.
"Generasi muda perlu dikenalkan supaya mengenal kebudayaannya sendiri, tapi pada pelaksanaannya juga untuk semua generasi. Menurut saya, kita harus menyampaikan cinta budaya dalam bentuk apapun," ungkap None Jakarta 1993 tersebut.