REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Alasan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak mengeluarkan Peraturan Pemerintahan Penganti Undang-Undang (Perppu) atas UU KPK dinilai menyesatkan. Sebab, Jokowi memutuskan tidak mengeluarkan perppu untuk menghormati proses uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK).
Pakar Hukum Tata Negara dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Bivitri Susanti, menyebut, pernyataan Jokowi itu keliru dan menyesatkan karena presiden adalah cabang kekuasaan eksekutif. Artinya, posisi Jokowi tidak bersentuhan dengan MK sebagai cabang kekuasaan yudikatif.
"Kalau presiden bilang menunggu MK, itu keliru dan menyesatkan. Itu terlalu mengada-ada," kata Bivitri dalam dikusi bertajuk 'Presiden Tidak Menerbitkan Perppu, Komitmen Anti Korupsi Pemerintah Dipertanyakan' yang digelar di Kantor ICW, Jakarta Selatan, Ahad (3/11).
Bivitri menjelaskan, presiden sebagai pemimpin eksekutif memiliki hak untuk mengeluarkan Perpu sebagai sebuah keputusan politik. Sedangkan kewenangan MK adalah menguji konstitusionalitas sebuah produk undang-undang (UU).
Bivitri pun mempertanyakan pernyataan presiden yang menyebut bahwa keputusan itu dilandasi kesopansantunan dalam ketatanegaraan dalam kaitannya dengan MK. "Saya yakin 100 persen, mengeluarkan perppu itu tidak akan membuat MK tersinggung. Mau jaga kesopanan apa?" kata Bivitri.
Bivitri menambahkan, semua pihak harus berhati-hati dengan pola sopan santun berlebihan dalam mengatur negara seperti yang diutarakan Jokowi. "Supaya kita tidak jadi NKRI (Negara Kesopanansantuan Republik Indonesia) yang membuat kita tidak tegas dalam bernegara," ujar dia.
Keputusan Jokowi untuk tidak mengeluarkan Perppu KPK itu disampaikan saat berbicang dengan awak media di Istana Mereka, Jakarta, pada Jumat (1/11) lalu. Ia mengaku tak perlu mengeluarkan perppu karena UU KPK masih diuji di MK.
"Jangan ada orang yang masih berproses uji materi kemudian langsung ditimpa dengan sebuah keputusan yang lain. Saya kira kita harus tahu sopan santun dalam bertatanegaraan. Kita harus hormati proses seperti itu," jelas Jokowi.
Penerbitan Perppu KPK sudah didesak berbagai kalangan selama satu bulan terakhir lantaran UU Nomor 19 tahun 2019 tentang KPK sebagai hasil revisi atas UU Nomor 30 tahun 2002 dinilai sangat melemahkan lembaga antirasuah itu. Di antaranya dengan diletakkannya KPK di bawah rumpun kekuasaan eksekutif, dibentuknya dewan pengawas dan dipangkasnya keweangan KPK dalam penangaan kasus.