REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Perdana Menteri Irak Adel Abdul-Mahdi mengatakan gelombang terbaru protes antipemerintah di Irak mengakibatkan kerugian besar ekonomi, Ahad (3/11).
Abdul-Mahdi mengatakan dalam pernyataan tertulis, demonstrasi telah menyebabkan kerusakan miliaran dolar. Dia menambahkan, pemrotes mencapai sebagian besar sasaran mereka dan banyak keputusan diambil untuk memenuhi tuntutan mereka.
Komisariat Tinggi PBB Urusan Hak Asasi Manusia mengatakan sedikitnya 260 orang tewas dan 12 ribu orang lagi cedera sejak demonstrasi dimulai di beberapa provinsi Irak pada 25 Oktober. Abdul-Mahdi mendesak masyarakat kembali ke kehidupan normal.
Dia mengatakan aksi yang mengancam industri minyak, menghalangi akses ke pelabuhan dan menunda barang komersial masuk ke Irak telah mengakibatkan harga-harga menjadi naik. Sebagian kelompok melakukan aksi sabotase, seperti menghalangi jalan, membakar ban, menjarah dan terlibat dalam konflik dengan pasukan keamanan.
Pengunjuk rasa melakukan pembakaran dan memblokir jalan selama demonstrasi di Baghdad, Irak, Ahad (6/10). Lebih dari 100 orang meninggal dalam protes tersebut.
Ia menambahkan, pasukan keamanan diberi instruksi ketat agar tidak menggunakan peluru aktif atau senjata yang mematikan. Kemarahan telah bertumpuk di Irak dalam beberapa tahun belakangan akibat peningkatan pengangguran dan korupsi yang marak. Banyak orang di negeri itu kurang mendapatkan layanan listrik dan air bersih.
Angka pengangguran di kalangan generasi muda di Irak mencapai 25 persen. Bank Dunia mengatakan Irak juga dimasukkan ke dalam 12 negara paling korup di dunia oleh beberapa organisasi transparansi.