Selasa 05 Nov 2019 00:01 WIB

IKAPI: Pembajakan Buku Sudah Jadi Industri di Indonesia

Masih banyak penjual yang secara terbuka menjual buku bajakan.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Andi Nur Aminah
Direktur Utama PT. Pustaka Abdi Bangsa (PAB)  Arys Hilman Nugraha
Foto: ROL/Fian Firatmaja
Direktur Utama PT. Pustaka Abdi Bangsa (PAB) Arys Hilman Nugraha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Humas Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Arys Hilman mengatakan saat ini marketplace atau tempat berjualan daring masih banyak yang tidak menghiraukan buku bajakan. Ia menuturkan, masih banyak penjual yang secara terbuka menjual buku bajakan.

Penjual buku bajakan di marketplace semacam itu bahkan menyediakan hingga ribuan buku. Hal ini menunjukkan pembajakan terhadap karya intelektual sudah menjadi industri di Indonesia.

Baca Juga

Pihak marketplace pun seakan membiarkan karena masih banyak ditemukan penjual dengan barang bajakan. "Kalau penerbit mengadukan masalah itu, maka penerbit harus mengajukan proses yang berbelit-belit agar buku diturunkan atau penjualnya di-blacklist," kata Arys saat ditemui, Senin (4/11).

Tidak hanya itu, di pasar-pasar buku, masyarakat dapat dengan mudah menemukan buku bajakan. Harga buku bajakan bisa menjadi seperempat dari harga asli buku tersebut. Hal ini, kata Arys sangat merugikan pihak-pihak terkait yang menghasilkan buku tersebut.

Masyarakat, kata dia, juga masih banyak yang menganggap pembajakan buku bukan merupakan kejahatan. Mereka beranggapan buku adalah sumber ilmu pengetahuan maka sudah seharusnya untuk disebarkan.

Namun, anggapan tersebut sebenarnya salah. Sebab, begitu seseorang membiarkan sebuah pembajakan, yang terjadi adalah pembunuhan secara perlahan dunia kreatif. Menurut Undang-undang Sistem Perbukuan Nomor 3 Tahun 2017 pelaku perbukuan antara lain penulis, editor, ilustrator, designer cover, termasuk juga toko buku "Akan ada banyak pihak yang dirugikan dan itu membunuh kreativitas," kata dia lagi.

Terkait hal tersebut, Arys berharap pemerintah melakukan penegakan hukum yang tegas bagi para pelaku pembajakan ini. Jangan sampai pemerintah hanya fokus meningkatkan marketplace menjadi perusahaan unicorn, sementara orang-orang yang bekerja di industri kreatif juga harus tetap hidup.

"Karena kalau tidak akan kehilangan konten. Karena buku terkait konten, begitu dia dibunuh proses kreatifnya, kontennya akan hilang," kata Arys menjelaskan.

Selain memberikan edukasi dan penegakan hukum pada penjual, dia menegaskan, masyarakat juga harus diberikan hal serupa. Jangan sampai kita sebagai masyarakat pembaca buku memfasilitasi sebuah kelompok orang yang berseberangan dengan prinsip kekayaan intelektual tersebut.

"Kalau mau keren, harusnya belilah buku ori, kalau mau disebut intelek ya hargailah karya intelektual orang lain," kata dia.

Ia juga mengapresiasi marketplace yang menyatakan hanya menjual barang-barang original seperti JD.id dan iLotte. Sementara itu, marketplace yang memfasilitasi penjual barang bajakan mestinya diberi hukuman yang tegas.

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement