REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor terus mempersiapkan kedatangan lintas rel terpadu (LRT) Jabodebek. Sejumlah wacana mulai bergulir mulai dari pembangunan transit oriented development (TOD) hingga membuat komplek perkantoran di Kota Bogor.
Wali Kota Bogor Dedie A Rachim menjelaskan telah melakukan koordinasi dan sinkronisasi dengan sejumlah pihak, di antaranya Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), PT Jasa Marga (Persero), PT Adhi Karya (Persero), PT PP (Pembangunan Perumahan) Properti hingga PT Sejahtera Eka Graha (SEG) untuk menyesuaikan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kota Bogor. Dedie menjelaskan, TOD diperuntukkan menyambut LRT tersebut masih dalam pembahasan bersama.
Dedie mengatakan, pihaknya akan menunggu hasil kajian dari PT Adhi Karya (Persero) untuk menentukan stasiun akhir LRT. Dengan demikian, TOD dapat disesuaikan berdasarkan hasil tersebut.
"Kita ingin mensinkronkan TOD di Bogor Raya (Jalan Danau Bogor Raya, Tanah Baru, Bogor Utara) dengan (Terminal) Baranangsiang," ujar Dedie, Selasa (5/11).
Sejauh ini, Dedie menjelaskan, RTRW Kota Bogor belum sinkron dengan stasiun akhir LRT yang ditargetkan rampung tahun 2020. Sehingga, dengan adanya koordinasi dan sinkronisasi antar semua pihak dapat menciptakan keselarasan pembangunan.
Dalam sinkronisasi tersebut, Dedie menjelaskan, PT SEG mengusulkan untuk pembuatan komplek perkantoran di Kota Bogor. Karena itu, pengajuan tersebut membutuhkan perizinan dari Pemkot Bogor.
"Ada keterkaitan satu sama lain dan ada keterkaitan dengan proses perizinan yang harus mereka lakukan kepada pemerintah kota bogor," ujarnya.
Dedie menyatakan, rencana pembangunan komplek perkantoran juga masih dalam proses pembahasan. Dengan demikian, baik TOD dan usulan komplek perkantoran akan segera ditindaklanjuti dan disesuaikan dengan RTRW Kota Bogor.
"Kita berkeinginan memikirkan ke depan ada satu area yang bisa dimanfaatkan sebagai sarana perkantoran di Kota Bogor," jelasnya.
Selain menyesuaikan RTRW, Dedie mengatakan, usulan pembagunan perkantoran juga harus selaras dengan feeder (pengumpan) LRT. Sehingga, komplek tersebut mudah dijangkau menggunakan transportasi massal.
Di ketahui, PT SEG merupakan perusahaan pengembang properti di Bogor, yang 96,53 persen sahamnya dimiliki Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Sehingga, lahan perkantoran yang akan dibangun berada pada lahan eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), eks kelolaan PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA).
"Itu adalah lahan dari proses BPPN PPA dan kemudian masuklah ke PT SEG karena beberapa kewajiban dari kreditur, dan PT SEG ini adalah salah satu perusahaan yang ditugaskan oleh kementerian keuangan untuk menyelesaikan," terangnya.
Dedie menyatakan, pembangunan komplek perkantoran masih usulan PT SEG. Sehingga, dia menyatakan, PT SEG akan melakukan pembahasan dengan BPTJ dan PT Adhi Karya untuk memuluskan rencana tersebut.
"Ini adalah baru usulan sepihak dari PT SEG. Mestinya mereka akan melakukan rapat kordinasi secara terpisah dengan pihak yang terlibat," ungkapnya.
Dedie menjelaskan, RTRW Kota Bogor telah dalam tahap finalisasi. Sebelum disahkan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR), Dedie menyatakan, semua pihak yang terlibat dalam pembangunan di Kota Bogor termasuk pemerintah pusat dapat sinkron dan sesuai dengan RTRW.
"Sebelum ketok palu mana yang harus disinkronkan untuk menyelaraskan agar tidak susah," jelasnya.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor Erna Hernawati mengatakan pihaknya masih menunggu hasil dari kajian. Dari hasil kajian itu, Bappeda akan menindaklanjuti dan mengajukan ke Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Kota Bogor.
"Kalau rencana pembangunan tiga tahun. Tahun pertama apa? Kedua apa? Ketiga apa? harus lihat data dukung lahannya. Tidak boleh ada permukiman yang jalannya tertutup," ungkapnya.
Semua hasil kajian, Erna menyatakan harus sinkron dengan RTRW. Sehingga, Bappeda dapat membatasi pembagunan yang tidak sesuai dengan RTRW.
Terkait Detail Engineering Design (DED) TOD untuk menyambut LRT, Erna mengatakan, masih menunggu hasil kajian yang dilakukan pemerintah pusat. Pihaknya, kata Erna, akan menfasilitasi hasil kajian tersebut.
Jika nantinya ada pembebasan lahan, Pemko Bogor akan berupaya untuk menfasilitasi. Sebab, proyek tersebut telah di atur dalam Peraturan Presiden (Peres) Nomor 49 Tahun 2017 Perubahan Kedua atas Perpes Nomor 98 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Kereta Api Ringan/Light Rail Transit Terintegrasi di Wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Dan Bekasi.
Dia berharap hasil kajian TOD dapat segera diselesaikan tahun ini. Sehingga, pemkot juga dapat membantu menyiapkan langkah yang harus diambil termasuk ihwal pembebasan lahan.
"Kota Bogor memediasi pembebasan lahan. Tetapi harus menunggu kajian dulu. Tahun ini semoga bisa keluar," ujarnya.