Selasa 05 Nov 2019 11:52 WIB

Korut Tolak Tudingan AS Rezim Komunis Sponsor Terorisme

Dialog antara AS dan Korut dinilai menyempit akibat pernyataan soal sponsor terorisme

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nur Aini
Presiden AS Donald Trump dan pemimpin Korut Kim Jong-un bertemu di Vietnam, Rabu (27/2).
Foto: AP
Presiden AS Donald Trump dan pemimpin Korut Kim Jong-un bertemu di Vietnam, Rabu (27/2).

REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Korea Utara (Korut) mengkritik Amerika Serikat (AS) karena memasukkan rezim komunis dalam daftar sponsor negara terorisme. Keputusan itu dinilai akan mempersempit langkah dialog yang dilakukan antara kedua negara.

Dikutip dari media KBS, seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri Korut mengatakan, AS semakin menyempitkan kesempatan dialog karena "kebijakan bermusuhan" itu, Selasa (5/11). Pernyataan AS tersebut diterbitkan di waktu yang sangat sensitif karena dialog dua negara sedang buntu.

Baca Juga

Pernyataan itu dianggap sebagai upaya penghinaan dan membuka perdebatan yang sebelumnya coba diperbaiki oleh Pyongyang. Juru bicara itu juga mengatakan, Korut mengutuk dan membantah laporan terorisme AS sebagai provokasi politik yang serius.

Juru bicara itu pun menyatakan, Korut menolak "kebijakan bermusuhan" yang ditunjukan kepada negaranya. Dialog antara Washington dan Pyongyang, menurutnya, terus menyempit karena sikap yang diberikan oleh AS.

Dalam Laporan Negara Terorisme Tahunan Departemen Luar Negeri AS yang diterbitkan pada hari Jumat, Korea Utara dicap sebagai sponsor negara terorisme. Namun, deskripsi sebelumnya tentang "pelindungan berbahaya dan kejahatan" telah dihilangkan dalam laporan terbaru. Langkah ini berangkat dari persetujuan dengan diplomatik yang sedang berlangsung untuk denuklirisasi Korut.

Selain Korut, Departemen Luar Negeri AS pun menyatakan Iran sebagai sponsor dari teroris. Iran diduga menghabiskan hampir 1 miliar dolar AS per tahun untuk mendukung "kelompok teroris".

Laporan yang dikutip dari Aljazirah itu pun menuduh Iran sebagai "negara sponsor terorisme" terkemuka di dunia. Namun, AS memuji negara-negara Teluk lain karena membuat kemajuan, meski masih banyak perkejaan yang harus dilakukan. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement