Selasa 05 Nov 2019 12:04 WIB

Macron: Komitmen Eropa-Cina Kurangi Emisi Harus Ditingkatkan

Macron ingin ada komitmen baru untuk mengurangi emisi.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Foto: AP Photo/Thibault Camus
Presiden Prancis Emmanuel Macron.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan kerja sama antara Eropa dan Cina dalam mengurangi emisi pemanasan iklim akan menentukan. Hal itu dia ucapkan setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memutuskan menarik negaranya dari Perjanjian Iklim Paris. 

"Jika kita ingin mematuhi Perjanjian Paris, tahun depan kita perlu meningkatkan komitmen kita untuk mengurangi emisi, dan kita harus mengonfirmasi komitmen baru untuk tahun 2030 dan 2050," ujar Macron saat menghadiri pameran perdagangan di Shanghai, Cina, Selasa (5/11).

Baca Juga

Mundurnya AS dari Perjanjian Paris membuat tugas mereduksi emisi semakin serius. "Kerja sama antara Cina dan Uni Eropa dalam hal ini sangat menentukan. Tahun depan kita perlu, dalam agenda peningkatan, untuk secara kolektif memenuhi tugas," kata Macron. 

AS telah mengajukan dokumen untuk memulai penarikan diri dari Perjanjian Paris pada Senin (4/11). Ia menjadi negara pertama yang melakukan hal tersebut. Kendati demikian memang terdapat 10 negara yang belum meratifikasi perjanjian iklim tersebut, antara lain Turki, Iran, Irak, dan lainnya. 

Mundurnya AS dari Perjanjian Paris telah menuai kritik keras dari kalangan aktivis dan pakar lingkungan. Sebab, Washington hengkang ketika mereka tengah gencar-gencarnya mengampanyekan dampak buruk dari pemanasan global. 

Upaya komunitas internasional untuk menangani perubahan iklim sebenarnya telah dilakukan sejak era 1990-an, yakni ketika negara-negara meratifikasi Protokol Kyoto. Itu adalah sebuah amandemen terhadap Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC). 

Protokol Kyoto diadopsi di Kyoto, Jepang, pada 11 Desember 1997 dan mulai berlaku pada Februari 2005. Negara-negara yang meratifikasi protokol tersebut berkomitmen untuk mengurangi emisi atau pengeluaran gas rumah kaca serta karbon dioksida. 

Protokol Kyoto menempatkan beban yang lebih berat kepada negara-negara maju di bawah prinsip "common but differentiated responsibilities". Menyadari bahwa negara-negara maju memiliki tanggung jawab lebih besar karena kegiatan industri mereka telah mengakibatkan naiknya emisi gas rumah kaca di atmosfer. 

Kemudian pada Konferensi Perubahan Iklim PBB 2015 di Paris, Prancis, diadopsi Perjanjian Paris atau Paris Agreement. Tujuan dari Perjanjian Paris serupa dengan Protokol Kyoto yakni menuntut berbagai negara, khususnya negara maju, untuk menekan emisi gas karbondioksida guna tetap menjaga suhu bumi du bawah 2 derajat celcius.

Perjanjian Paris dibuka untuk ditandatangani pada 22 April 2016, bertepatan dengan peringatan Hari Bumi. Ia mulai berlaku pada 4 November 2016, 30 hari setelah 55 negara yang menyumbang sedikitnya 55 persen dari emisi global meratifikasi perjanjian tersebut. 

Sejak saat itu, lebih banyak negara yang meratifikasi Perjanjian Paris. Pada awal 2017, telah terdapat 125 negara yang menjadi pihak dari perjanjian itu. 

sumber : Reuters
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement