REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mendorong pelaku usaha di sektor industri makanan untuk memperluas kemitraan dengan petani melalui konsep inti plasma. Lewat kemitraan model itu, diharapkan produktivitas komoditas pangan strategis dapat meningkat lewat kerja sama petani dan pengusaha.
Inti plasma merupakan hubungan kemitraan antara usaha kecil dan menengah dan besar. Usaha menengah dan besar bertindak sebagai inti, sementara usaha kecil bertugas sebagai plasma yang mendapatkan pembinaan intensif.
Menteri Riset dan Teknologi sekaligus Kepala Badan Riset Inovasi Nasional, Bambang Brodjonegoro, menuturkan, konsep inti plasma harus dapat diterapkan untuk pertanian sektor tanaman pangan maupun hortikultura. Terutama, untuk menghasilkan bibit-bibit unggul dengan produktivitas yang lebih tinggi.
Komoditas utama yang masuk ke sektor tanaman pangan di antarnya padi, jagung dan kedelai. Adapun komoditas hortikultura yang cukup strategis seperti cabai, bawang putih dan merah, dan sayuran.
Bambang menegaskan, produktivitas harus dipacu sebagai antisipasi ketersediaan lahan pertanian yang semakin hari makin menyempit. "Tanaman pangan dan hortikultura harus menerapkan kemitraan tinggal nanti dipikirkan bentuknya," kata Bambang dalam Rapat Koordinasi Nasional bidang Agribisnis, Pangan di Jakarta, Selasa (5/11).
Sebagaimana diketahui, konsep inti plasma telah diterapkan untuk pengembangan budidaya perkebunan kelapa sawit dan kakao. Penerapan inti plasma pada dua sektor tersebut, menurut Bambang terbukti efektif dan memberik dampak positif.
Sebab, petani kecil dinilai dapat meningkatkan skala usaha karena mendapatkan pembinaan dan dukungan pembiayaan. Sementara, pengusaha bisa memperoleh bibit-bibit berkualitas yang dibudidayakan langsung oleh para petani.
"Inti mendapatkan bibit yang diproduksi plasma, dan plasma bisa terbebas dari cengkeraman tengkulak," katanya menambahkan,
Lebih lanjut, Bambang menjelaskan, penguatan kemitraan petani dengan sistem inti plasma secara langsung akan meningkatkan kesejahteraan petani. Harga di tingkat hilir juga jadi lebih stabil sehingga inflasi dari kelompok bahan makanan bisa dijaga.
"Kalau bisa, ini (inti plasma) bisa menjadi model pengembangan kemitraan di Indonesia. Kita harus angkat petani menjadi pengusaha di bidang pertanian," ujarnya.
Pandangan terhadap petani, menurut Mantan Kepala Bappenas itu juga harus diubah bahwa petani bukan lagi bekerja di sawah. Petani harus dilibatkan sebagai bagian langsung dari dunia usaha.
Namun, ia menekankan tujuan utama dari kemitraan inti plasma adalah peningkatan produktivitas petani dan penguatan riset pertanian.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Agribisnis, Pangan dan Kehutanan Franky Widjaja mengatakan, tahun 2045, jumlah populasi dunia diperkirakan akan menembus 9 miliar jiwa. Sementara itu, populasi penduduk Indonesia akan mencapai 350 juta jiwa.
“Artinya, kita harus bisa meningkatkan produksi pangan secara signifikan untuk bisa memenuhi kebutuhan pangan nasional,” kata Franky.
Menurut dia, untuk bisa melakukan peningkatan produksi pangan tersebut memerlukan bibit tanaman pangan yang unggul dan berproduksi tinggi. Namun, kondisi perbibitan dan perbenihan komoditas pangan saat ini harus diakui masih belum terkoordinasikan secara baik.
Bibit dan benih yang beredar sangat beragam. Selain itu, banyak yang belum terstandarisasi dan kerap hilang dari pasaran.
Bibit dan benih bersertifikat masih sangat terbatas sehingga berakibat pada harga yang cukup mahal. Sementara itu, impor bibit membanjiri pasar lokal karena adanya kekurangan pasokan.
"Padahal, banyak bibit impor yang tidak sesuai dengan kebutuhan para petani," tuturnya.
Menurut Franky, pemerintah perlu mengeluarkan payung kebijakan yang mengatur tentang perbibitan dan perbenihan komoditas pangan secara nasional. Hal itu agar dapat terkoordinasi dimulai dari pengadaan, pendistribusian, penyimpanan hingga cara menanamnya.
Pemerintah juga dirasa perlu menumbuhkembangkan industri pembibitan dan perbenihan dengan memberikan insentif khusus. Tata niaga perdagangan bibit dan benih yang baik serta penangkar benih yang terlatih dan tersebar keseluruh wilayah Indonesia harus mulai dilakukan secara masif.
Di samping itu, pemanfaatan teknologi pertanian yang tepat juga semakin penting untuk mentransformasi pertanian nasional di tengah perubahan iklim. Perubahan iklim menyebabkan kenaikan suhu yang cenderung meningatkan hama tanaman dan merubah pola curah yang berdampak pada menurunnya produksi pangan.