REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memutuskan memberikan perlindungan terhadap 9 orang saksi dalam kasus kematian dua mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO) di depan DPRD Sulawesi Tenggara (Sultra) pada September lalu. Perlindungan diberikan karena mereka memiliki informasi penting terkait kejadian itu. Juga sebagai bagian upaya mendukung proses hukum.
"Rapat Paripurna Pimpinan LPSK memutuskan memberikan perlindungan terhadap 9 orang saksi pada kasus tewasnya dua mahasiswa UHO. (Permohonan perlindungan) Sudah diputuskan, selanjutnya pemberian layanan,” ujar Wakil Ketua LPSK Maneger Nasution dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Selasa (5/11).
Sebelum pemberian layanan, kata Maneger, terlebih dahulu akan dilakukan penandatanganan perjanjian perlindungan dari para saksi yang kemudian disebut sebagai Terlindung dengan LPSK. Dalam perjanjian itu diatur mengenai hal dan kewajiban para Terlindung dalam mengakses layanan dari LPSK.
Dengan telah ditetapkan sejumlah saksi dalam program perlindungan LPSK, Maneger berharap, Polri konsisten untuk mengungkap kasus ini serta memproses hukum yang diduga terlibat dan menjadi pelaku. “Pemberian perlindungan terhadap saksi tidak lain dalam upaya mewujudkan proses hukum,” tegas Maneger.
Lebih lanjut, Manager menjelaskan, pihaknya telah berkoordinasi dengan tim Mabes Polri yang juga menangani kasus ini, antara lain dengan Kepala Biro Provos Mabes Polri Brigjen Hendro Pandowo. Informasi yang berhasil dihimpun, proses sidang etik telah selesai dan hasilnya, terdapat beberapa anggota Polri yang diberikan sanksi.
Sementara itu, Karo Provos Mabes Polri Brigjen Hendro Pandowo saat menerima kunjungan LPSK, ia menyampaikan, Polri telah membentuk tim untuk memproses kasus ini. Tim pertama untuk proses sidang etik dan tim lainnya untuk proses peradilan umum.
Hendro yang juga Ketua Tim Disiplin Proses Etik, menyatakan, sidang etik dalam proses pengamanan unjuk rasa berujung jatuhnya korban jiwa di Kendari, telah selesai. Beberapa anggota Polri yang dinyatakan melanggar standar operasional prosedur telah diberikan hukuman dan sanksi.
Sedangkan untuk peradilan umum, lanjut dia, prosesnya berbeda lagi dan rencananya, tim dari Polri akan menempuh pembuktian secara ilmiah. Hal ini untuk memperkuat bukti-bukti guna mengungkap kasus tersebut. “Pembuktian ilmiah khususnya dalam proses uji balistik,” kata Hendro.