REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Kehormatan (BK) DPRD DKI berencana memanggil Anggota DPRD DKI dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) William Aditya Sarana terkait potensi pelanggaran kode etik yang dilaporkan oleh seorang warga bernama Sugiyanto pada Senin (4/11). Rencana pemanggilan ini merupakan hasil rapat BK DPRD DKI dan perwakilan fraksi yang digelar pada Selasa (5/11).
Wakil Ketua BK DPRD DKI Oman Rohman Rakinda mengatakan BK DPRD DKI akan mendengar keterangan William merujuk laporan tersebut. Oman menjelaskan, pemanggilan William kemungkinan akan dilakukan pada Senin (11/11) pekan depan.
"Yah, bahasa kami mengundang saudara William untuk menjelaskan apa yang terjadi. Kami nih ada sembilan fraksi, termasuk PSI jadi nanti kami bisa bicarakan," kata Oman kepada wartawan, Selasa (5/11).
Oman menerangkan rapat BK DPRD hari ini belum memutuskan apapun soal apakah ada pelanggaran etik atau tidak. Rapat hanya tanggapan pimpinan BK, dan tanggapan pimpinan dewan.
Setelah itu, lanjut dia, pimpinan BK akan melakukan rapat kembali dan kemudian mendengarkan keterangan William. Karena itu, ia menambahkan, rapat masih jauh soal pembahasan pelanggaran etik.
Pada proses pembahasan, ia mengatakan, BK DPRD DKI memperhatikan hak-hak anggota DPRD dan penghormatan kelembagaan Kedewanan. "Hak-haknya dilindungi tapi juga secara kelembagaan kami sama-sama harus bisa menjaga marwah DPRD ini," kata dia.
Ketua BK DPRD DKI Jakarta Ahmad Nawawi menambahkan anggota DPRD memiliki hak menyampaikan pendapat dan mengkritisi eksekutif, tetapi harus tetap profesional dan proporsional. Ia mengatakan William sebagai legislator semestinya menggunakan ruang yang dimilikinya untuk mempertanyakan langsung ke eksekutif.
"Posisi William di legislatif setara dengan gubernur di eksekutif. Jadi bisa bertanya langsung sebenarnya," ujar Nawawi.
Selain itu, ia mengatakan, sebagai legislator William mempunyai ruang untuk membahas langsung temuan mereka di rapat komisi. Sebab, anggaran janggal dokumen KUA-PPAS tersebut merupakan yang belum tetap.
Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi menilai peran yang lebih bijak dilakukan legislator adalah mengkritisi draft KUA-PPAS di forum yang sudah disediakan bersama jajaran pemerintahan. Sebab, ia mengingatkan hak penganggaran ada di DPRD.
"Kalau ada anggaran yang dianggap janggal mari kita luruskan dengan pembahasan bersama, agar anggaran tersebut matang dan bisa dipertanggung jawabkan," imbuh Prasetyo.
Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi PSI, William Aditya Sarana, mengakui tidak mempermasalahkan soal laporan sebagian masyarakat ke BK DPRD terhadap dirinya. Ia menyatakan siap apabila nanti dipanggil BK DPRD menghadapi laporan atas dirinya.
"Saya siap menjalani prosesnya. Demi transparansi anggaran, saya siap hadir dan saya siap mempertaruhkan jabatan saya," kata William.
Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta melalui anggotanya, William Aditya Sarana, menyoroti sejumlah anggaran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang janggal. Anggaran yang menjadi sorotan PSI dalam rancangan Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran (KUA-PPAS) 2020, mulai dari anggaran Rp 82,8 miliar untuk pengadaan lem Aibon di Suku Dinas Pendidikan Jakarta Barat, pengadaan ballpoint sebesar Rp 124 miliar di Suku Dinas Pendidikan Wilayah I Jakarta Timur.
Selain itu, anggaran Rp 121 miliar juga ditemukan untuk pengadaan 7.313 unit komputer di Dinas Pendidikan. Lalu, ada beberapa unit server dan storage senilai Rp 66 miliar dianggarkan oleh Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik.