REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah tidak akan lagi aktif melakukan pemblokiran terhadap konten pornografi, tetapi akan memberlakukan denda yang signifikan bagi platform yang memuat konten ilegal tersebut. Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid mengapresiasi langkah pemerintah tersebut.
"Sepanjang itu membuat orang menjadi jera atau dia tidak mengeksploitasi konten-konten pornografi untuk kepentingan produksi saya kira itu bagus," ujar Zainut saat ditemui di Kantor MUI Pusat, Jakarta Pusat, Selasa (5/11).
Namun, Zainut lebih setuju jika pemerintah tetap melakukan pemblokiran terhadap konten-konten pornografi tersebut. Jika pun ada yang melanggar, kata dia, nantinya bisa didenda dengan angka yang fantastis.
"Tapi sebaiknya ya memang harus ada filter, kalau saya lebih setuju itu diblok saja. Di negara lain juga di blok, ada beberapa negara yang langsung menggunakan kebijakan diblok gitu," ucap Zainut.
Sekretaris Jenderal MUI Anwar Abbas (Republika TV)
Sementara itu, Sekjen MUI Anwar Abbar mengatakan, MUI menginginkan ke depan tidak ada lagi konten-konten pornoaksi dan pornografi di negeri ini, sehingga anak bangsa bisa terselematkan. Karena itu, menurut dia, pihak-pihak yang memproduksi konten ilegal tersebut harus dihukum.
"Karena itu, kalau ada yang memproduksi maka yang memproduksinya harus didenda dan dihukum," katanya.
Seperti diketahui, setelah diterbitkannya Peraturan Pemerintah Penyelenggaraan Sistem dan Teransaksi Elektronik elektronik PSTE (PP PSTE), pemerintah tidak lagi aktif melakukan pemblokiran. Namun, pemerintah dapat memberlakukan denda yang signifikan bagi platform yang memuat konten ilegal.
Pernyataan ini disampaikan Dirjen Aptika Kementerian Komunikasi dan Informasi, Samuel Abrijani P, dalam forum diskusi media Forum Merdeka Barat (FMB) 9, yang bertajuk “Ada Apa dengan PP No 71 tahun 2019 (PP PSTE)?” yang digelar di Ruang Serbaguna Roeslan Abdul Gani, Kemenkominfo, Jakarta Pusat, (4/11).
“Jika sebelumnya pemerintah aktif melakukan penyisiran, dengan PP ini, platform seperti Facebook dan Twitter, yang memfasilitasi konten yang ilegal menurut UU, akan didenda. Angkanya berkisar antara 100-500 juta per konten,” kata Samuel.
Jenis konten yang bisa dikenai sanksi antara lain adalah pornografi, human traficking, drug traficking, radikalisme yang mempromosikan terorisme dan ujaran kebencian. “Untuk jenis-jenis konten yang termasuk akan disiapkan permennya dan dijadwalkan tahun ini selesai,” jelas Samuel.