REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara, menyebut perlambatan ekonomi yang terjadi di Indonesia sepanjang kuartal III 2019 sejalan dengan situasi ekonomi global. Meski begitu, Suahasil menyatakan tingkat konsumsi domestik masih cukup stabil di tengah tekanan besar dari eksternal.
"Artinya, kita kena imbas. Ini in line (sejalan) dengan yang terjadi di Internasional," kata Suahasil di Jakarta, Selasa (5/11).
Ia menerangkan, rata-rata pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2019 diproyeksi dari 3,4 - 3,5 persen menjadi hanya 3 persen. Sementara, Indonesia masih dapat tumbuh 5,02 persen, meskipun memang lebih rendah dibanding dibandingkan kuartal III tahun lalu yang mencapai 5,17 persen maupun kuartal kedua tahun ini, yakni 5,05 persen.
Hingga penghujung tahun, Suahasil menyatakan proyeksi pertumbuhan ekonomi besar kemungkinkan hanya akan mencapai 5,05-5,06 persen. Secara akumulais kuartal I-III, pertumbuhan ekonomi hanya 5,04 persen. Angka itu jauh di bawah dari outlook APBN 2019 sebesar 5,2 persen.
Pemerintah, kata Suahasil, berharap agar pertumbuhan ekonomi setidaknya bisa dijaga pada level yang sekarang. Instrumen APBN akan dioptimalkan untuk bisa mendukung pergerakan perekonomian domestik. Pemerintah akan tetap menggenjot belanja dengan efisien yang memberikan dampak signifikan terhadap ekonomi domestik.
Ia mengakui, pelemahan ekonomi global secara langsung akan menekan penerimaan negara. Karena itu, defisit APBN pada tahun ini bisa jadi bakal melebar menjadi sekitar 2 - 2,2 persen dari total PDB nasional.
"Tidak apa-apa, karena itu untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Pelemahan ini kan terjadi di semua lini, ya pemerintah akan berusaha agar belanja tetap dukung pertumbuhan," kata dia.
APBN, kata Suahasil, di saat-saat situasi sulit seperti saat ini sangat berguna untuk meredam pelemahan ekonomi agar tidak lebih dalam. APBN digunakan sebagai kebijakan countercyclical sehingga belanja pemerintah diharapkan bisa menahan pelemahan ekonomi.