REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI akan melarang mantan narapidana korupsi maju dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020. KPU menganggap perlu mengintervensi upaya pemberantasan korupsi dengan menuangkan pelarangan itu dalam Peraturan KPU (PKPU) tentang pencalonan Pilkada 2020.
"Sehingga perlu ada intervensi mengatur untuk membatasi mantan koruptor menjadi calon kepala daerah," ujar Komisioner KPU RI Evi Novida Manik kepada Republika.co.id, Selasa (5/11).
Ia mengatakan, adanya pelarangan mantan napi korupsi pada Pilkada 2020 dalam PKPU berkaca kasus korupsi Tulungagung dan Kudus. Calon bupati pejawat Tulungagung Syahri Mulyo yang sedang menjalani proses hukum di KPK justru kembali terpilih dalam pilkada 2018.
Sementara Bupati Kudus Muhammad Tamzil merupakan seorang mantan napi korupsi pada 2004 yang kemudian bebas pada 2015. Lalu 2018 terpilih kembali menjadi bupati dalam pilkada, tetapi kembali melakukan korupsi dan ditangkap KPK pada 2019.
"Ya akan dituangkan dalam PKPU tentu berharap maksud dari pencantuman larangan bagi mantan napi korupsi bisa belajar pada pilkada Tulungagung dan Kudus," kata Evi
Ia menuturkan, KPU harus bisa memastikan calon yang akan dipilih pemilih adalah calon yang bebas dari perilaku korupsi. KPU sangat berharap Mahkamah Konstitusi mempertimbangkan kasus korupsi kedua kepala daerah tersebut untuk memberikan kepastian hukum pada uji materi Undang-Undang Pilkada atas pelarangan mantan napi koruptor.
Evi menambahkan, hal itu juga sebenarnya berlaku bagi mantan narapidana dalam perkara hukum lainnya selain korupsi. Sebab, KPU berharap pelarangan tersebut dapat memberikan efek jera bagi mereka untuk tidak mencoba melakukan korupsi maupun tindakan hukum.
"Diharapkan bisa memberikan efek jera bagi mereka yang terpilih untuk tidak mencoba melakukan korupsi ketika menjabat," tutur Evi.