Rabu 06 Nov 2019 17:23 WIB

Peternak Wanti-Wanti Pemerintah Soal Harga Jagung Pakan

Jagung memiliki porsi 55 persen dalam pembuatan pakan unggas.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Petani mengumpulkan hasil panen jagung yang sudah dikeringkan di Desa Handap Herang, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Jumat (2/8).
Foto: ANTARA FOTO/Adeng Bustomi
Petani mengumpulkan hasil panen jagung yang sudah dikeringkan di Desa Handap Herang, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Jumat (2/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para peternak unggas meminta pemerintah untuk menjaga ketersediaan jagung di dalam negeri demi menghindari gejolak harga pada akhir 2019 hingga awal tahun 2020. Pasalnya, sejak kenaikan harga jagung pakan akhir tahun 2018, hingga kini harga pakan unggas belum kembali ke level semula.

Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Wilayah Jawa Tengah, Pardjuni, menuturkan, harga jagung pakan yang diterima para peternak mandiri saat ini sebesar Rp 7.000 per kilogram (kg). Jagung memiliki porsi 55 persen dalam pakan unggas sehingga paling berpengaruh terhadap pembentukan harga.

Baca Juga

Dengan harga tersebut, harga jagung pipil kering saat ini berada di level normal yakni antara Rp 3.800 - Rp 4.000 per kg. Padahal, pada akhir tahun 2018, dengan harga normal jagung tersebut, pakan unggas masih dihargai Rp 5.800-6.200 per kg.

"Harga pakan dengan kualitas yang sama saat ini berhenti di Rp 7.000 per kg. Seharusnya dia turun minimal Rp 800 per kg agar kembali ke posisi semula. Kalau harga jagung naik lagi, ini akan 'membunuh' peternak rakyat," kata Pardjuni kepada Republika.co.id, Rabu (6/11).

Pihaknya pun menyangkan upaya Kementan yang masih belum begitu efektif menurunkan harga pakan jagung. Padahal, para peternak rakyat berharap agar harga pakan unggas kembali ke level normal seiring stabilnya harga jagung. Dengan begitu, ketika ada kenaikan harga jagung, peternak bisa memahami.

Pinsar berpendapat, tingginya harga jagung pakan saat ini diatur oleh perusahaan besar yang memproduksi pakan sekaligus bibit ayam atau day old chicken. Sementara, ketergantungan peternak rakyat pada industri makin besar.

Industri produsen pakan unggas skala kecil pun tak bisa mengintervensi kebijakan dari perusahaan besar. "Pemerintah harus berani, tegas. Perusahaan-perusahaan ini menghancurkan ekonomi rakyat," katanya.

Pardjuni berpendapat, jika pasokan jagung dalam negeri diprediksi mengalami kekurangan, opsi impor bisa menjadi pilihan demi menjaga stabilitas harga. Namun, kebijakan importasi jagung harus dilakukan secara tepat dan dikendalikan agar tak merugikan petani.

"Impor bukan hal tabu. Ini bukan masalah swasembada, tapi memang ada saat-saat harus ada keseimbangan pasokan dan permintaan," ujar dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement