REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) mengingatkan Kapolri Jenderal Idham Azis untuk menghindari politisasi dalam menentukan sosok yang dipercaya sebagai kabareskrim. Sebab, politisasi justru dapat mengancam profesionalisme Polri.
"Karena itu, penting bagi presiden dan kapolri untuk menciptakan iklim sehat bagi berkembangnya Polri yang profesional, netral dengan tidak menjadikan politik sebagai pertimbangan dalam menentukan Kabareskrim baru," kata Koordinator ICW Adnan Topan Husodo, di Jakarta, Rabu (6/11).
Adnan berpendapat politisasi dalam penentuan jabatan di struktural penegak hukum, seperti halnya posisi Kabareskrim di tubuh Polri sangat berbahaya bagi penegakan rule of law (supremasi hukum) di Indonesia. Menurut dia, integritas dan rekam jejak calon Kabareskrim juga sangat penting agar kerja-kerja penegakan hukum tidak disalahgunakan untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
Di samping itu, lanjut dia, sosok Kabareskrim harus visioner sehingga lebih dapat mengefektifkan penanganan sebuah perkara. "Perlu Kabareskrim yang visioner agar berbagai tindak kejahatan modern dapat ditangani dengan baik, termasuk bagaimana kejahatan ekonomi, semisal pencucian uang, rekayasa keuangan, dan lainnya," tegas Adnan.
Perlunya sosok kredibel berpengalaman dipaparkan Adnan juga tak lepas dari menumpuknya pekerjaan rumah berbagai proses hukum, termasuk mengenai modernisasi dan akuntabel penanganan perkara. "PR Kabareskrim terpilih nantinya adalah menyelesaikan perkara korupsi yang masih tersendat, memodernisasi kerja penegakan hukum supaya lebih transparan dan akuntabel, misalnya dengan menerapkan e-penyelidikan, e-penyidikan dan membuka informasi ke publik secara reguler apabila ada perkembangan baru dalam penanganan perkara tindak kejahatan tanpa harus diminta," tuturnya.