REPUBLIKA.CO.ID, Para ulama salaf dahulu memiliki kebiasaan untuk menziarahi ulama lain meski sudah wafat. Ziarah yang dilakukan tak sekadar ziarah, tetapi juga melakukan ritual antara lain berdoa dan berwasilah.
Di dalam kitab Tarikh Baghdad karya Imam Abu Bakar Ahmad bin Ali Al-Khatib al-Baghdadi (wafat 463 H) jilid 1 halaman 123, cetakan "Dar El-Fikr", Beirut-Lebanon, disebutkan bahwa Imam Syafi'i pernah berdoa dan ber-tabarruk di makam Abu Hanifah.
Berikut bunyinya, "Telah memberitahukan kepadaku al-Qadhi Abu Abdillah al-Husaini bin Ali bin Muhammad as-Shaimiri sambil barkata, telah menceritakan kepadaku Umar bin Ibrahim al-Muqri sambil berkata, telah menceritakan kepadaku Mukram bin Ahmad sambil berkata, telah menceritakan kepadaku Umar bin Ishaq bin Ibrahim sambil berkata, telah menceritakan kepadaku Ali bin Maimun sambil berkata, "Aku telah mendengar Imam Syafi'i berkata. Sesungguhnya aku bertabarruk (mengambil berkah) dengan Imam Abu Hanifah dan aku mendatangi makamnya setiap hari, yakni berziarah. Apabila aku mempunyai hajat (kebutuhan), maka aku melakukan shalat dua rakaat dan aku mendatangi makam beliau untuk bertabarruk sambil memohon kepada Allah ta'ala akan hajatku di sisi makam beliau. Maka tidak jauh dariku (tidak lama kemudian) terkecuali hajatku dikabulkan oleh Allah SWT."
Selain itu, disebutkan dalam kitab Tahdzib at-Tahdzib karya Imam Ibnu Hajar, bahwa Ibnu Huzaiman juga berziarah kubur ke makam Imam Ali bin Musa ar-Ridha. Selanjutnya, ada contoh beberapa ulama yang berziarah ke makam ulama lainnya, salah satunya Ibnu al-Jauzi al-Hanbali yang berziarah ke makam Imam Ahmad bin Hanbal di Baghdad, Irak.
Ibnu al-Jauzi dikatakan juga menganjurkan untuk menziarahinya jika dalam waktu tertentu. Hal itu ia tuliskan dalam buku Shaidu al-Khatir, yang berbunyi: "Dan sebaiknya seorang itu membiasakan diri menyendiri (khalwat), sering membaca teladan para ulama salaf. Sebaiknya seorang juga membiasakan diri untuk ziarah ke kuburan orang-orang saleh dan berkhalwat di sana."