Rabu 06 Nov 2019 22:30 WIB

Kepala Daerah Korupsi tapi Raih WTP, Ini Penjelasannya

Suap tak mempengaruhi laporan keuangan.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Muhammad Hafil
Kepala daerah korupsi (ilustrasi)
Foto: Dok Republika.co.id
Kepala daerah korupsi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan alasan banyaknya kepala daerah yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK teyapi tetap mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK. Kepala Subditorat BPK Jawa Timur II Rusdiyanto menyatakan, itu karena praktik suap yang dilakukan kepala daerah tersebut tidak memengaruhi laporan keuangan.

"OTT-nya karena apa nih? Oh ternyata karena disuap rekanan. Itu berdampak gak pada laporan keuangan? Kan enggak. Karena ini duitnya dari rekanan ke kepala daerah maka gak berpengaruh kepada kewajaran laporan keuangan," kata Rusdiyanto di Surabaya, Rabu (6/11).

Baca Juga

Rusdiyanto menjelaskan, pihaknya tidak bisa mendeteksi apakah kepala daerah yang diaudit, melaksanakan praktik suapa atau tidak. Karena, kata dia, BPK tidak memiliki kewenangan penyadapan. Sehingga, audit hanya dilakukan pada laporan keuangan yang dimiliki daerah dimaksud.

Rusdiyanto pun menegaskan, BPK memiliki proses yang ketat dan jelas dalam melakukan audit, sebelum mengeluarkan opini terkait lapiran keuangan yang diaudit. Artinya, opini yang dikeluarkan BPK terkait hasil audit laporan keuangan tersebut, memiliki tingkat kepastian yang tinggi.

"Dalam perumusan opini, BPK punya proses yang jelas dan ketat. Opini itu diusulkan tim pemeriksa, yang merupakan penanggung jawab pemeriksaan. Nantinya, usulan tersebut akan direview oleh tim independen bernama tim review opini," ujar Rusdiyanto.

Kepala Perwakilan BPK Jatim Hari Purwaka tidak menyangkal banyaknya anggapan masyarakat, terkait kemungkinan adanya auditor BPK yang bisa dibayar untuk menghasilkan opini WTP bagi daerah atau lembaga tertentu. Namun, kata dia, itu kembali ke diri pribadi masing-masing.

Artinya, mungkin saja ada oknum auditor dari BPK yang bisa 'dibeli' demi mengeluarkan opini yang diharapkan kepala daerah tertentu. Guna mengantisipasi prilaku tersebut, lanjut Hari, pihaknya terus memperkuat sistem yang ada.

"Mudah-mudahan gak ada auditor kami yang bisa dibeli. Tapi itu biasanya kembali ke diri pribadi. Kalaupun ada itu oknum. Kami coba perbaiki adalah kami perbaiki sistem. Kita memperkuat sistem laporan," ujar Hari.

Hari mengungkapkan modus yang biasa digunakan kepala daerah untuk mengambil keuntungan secara pribadi, tapi tidak terlacak dalam laporan keuangan yang diaudit BPK. Paling banyak, kata Hari, modus tersebut dilakukan dalam proses pengadaan barang dan jasa.

"Ambil contoh modusnya, permasalahan terkait dengan pengadaan barang dan jasa. Banyak yang mencoba mengambil keuntungan melalui pengadaan barang dan jasa entah itu dari sisi rekanan, atau dari sisi pengelola dari Pemda," kata Hari.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement