REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Raksasa teknologi asal Cina, Alibaba, mempertahankan reputasinya sebagai lokomotif e-commerce. Pertumbuhan pendapatannya mencapai 40 persen, berdasarkan laporan pendapatan kuartalan terbarunya. Tren ini terjadi di tengah perlambatan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Cina dan ketidakpastian yang sedang berlangsung akibat perang dagang dengan Amerika Serikat (AS).
Pada kuartal ketiga 2019, Alibaba menghasilkan pendapatan 16,7 miliar dolar AS, naik 40 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Sementara itu, penghasilan bersih hampir naik tiga kali lipat menjadi 9,9 juta dolar AS. Khususnya karena keuntungan pasca akuisisi ekuitas di afiliasi Ant Financial pada awal September.
Dilansir di Nikkei Asian Review, Rabu (6/11), ini merupakan laporan pendapatan pertama Alibaba di bawah pimpinan Daniel Zhang. Ia menggantikan Jack Ma sebagai direktur eksekutif Alibaba sejak September lalu.
Pendorong laba utama Alibaba masih berasal dari bisnis e-commerce intinya, yang meliputi Taobao, Tmall, inisiatif ritel baru Freshippo dan unitlogistik Cainiao Network. Dengan pengguna aktif bulanan seluler hingga 785 juta, Alibaba mampu bertengger sebagai raksasa e-commerce.
Di sisi lain, bisnis internasional Alibaba seperti Lazada di Asia Tenggara dan AliExpress Global juga berkontribusi pada momentum pertumbuhan yang kuat. Dalam laporan pendapatan, Alibaba mencatat, penghasilan yang disesuaikan sebelum bunga, pajak dan amortisasi untuk segmen tersebut naik 29 persen (year on year/ yoy) menjadi 5,4 miliar dolar AS atau hampir 40 persen dari keseluruhan pendapatan pada kuartal ini.
Profit itu mengimbangi kerugian berlanjut Alibaba yang dialami di beberapa sektor. Yaitu, komputasi awan atau cloud computing dan di media digital maupun unit hiburannya.