Kamis 07 Nov 2019 09:43 WIB

BI: Ekonomi Syariah Jadi Arus Baru Pertumbuhan Ekonomi

Perekonomian Indonesia pada kuartal III 2019 tumbuh 5,02 persen

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Nidia Zuraya
Festival Ekonomi Syariah Indonesia (FESyar) regional Jawa yang digelar di Surabaya, Jawa Timur resmi dibuka, Rabu (6/11) malam oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia, Dody Budi Waluyo, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, dan Direktur KNKS Ronald Rulindo.
Foto: Republika/Lida Puspaningtyas
Festival Ekonomi Syariah Indonesia (FESyar) regional Jawa yang digelar di Surabaya, Jawa Timur resmi dibuka, Rabu (6/11) malam oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia, Dody Budi Waluyo, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, dan Direktur KNKS Ronald Rulindo.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Ketidakstabilan global masih menjadi tantangan jangka pendek dan menengah bagi perekonomian Indonesia. Bank Indonesia (BI) meyakini bahwa arus baru penguat perekonomian ada pada sektor syariah.

Deputi Gubernur BI, Dody Budi Waluyo menyampaikan upaya untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan perlu terus dilakukan. Ekonomi dan keuangan syariah menjadi sektor yang sangat potensial dengan melihat potensi yang ada.

Baca Juga

"Meskipun kedudukan kita saat ini masih terhitung sebagai konsumen utama produk halal dunia, namun kita cukup optimis, bahwa kedepan Indonesia dapat memainkan peran yang lebih besar sebagai produsen industri halal," katanya di Surabaya, Rabu (6/11) malam.

Perekonomian Indonesia pada kuartal III tumbuh 5,02 persen (yoy), turun dari kuartal sebelumnya yang sebesar 5,05 persen (yoy). Menurut Dody, pertumbuhan ini masih lebih baik dibanding negara-negara tetangga yang jatuh lebih dalam.

Masih tumbuhnya ekonomi didukung permintaan domestik yang tetap terjaga dan kinerja sektor eksternal yang menguat. Meski permintaan dan harga komoditas global yang masih menghadapi tekanan. BI mendorong agar ekonomi syariah bisa masuk pada tataran penguat karena sektor ini dipercaya lebih tahan menghadapi ketidakstabilan.

Pengalaman dari berbagai negara menunjukkan bahwa tren pengembangan ekonomi dan keuangan syariah kini tidak hanya menjadi konsumsi negara dengan mayoritas penduduk muslim. Misal Thailand yang memiliki visi sebagai pemasok makanan halal dunia, Cina yang merupakan pengekspor busana muslim terbesar dunia, Australia dan Brazil menjadi pemasok daging halal terbesar dunia, dan inggris yang sudah lama dikenal sebagai pusat keuangan syariah dunia.

Indonesia bisa memulai dengan mencukupi kebutuhan di dalam negeri dulu. Untuk kemudian juga bisa memenuhi pasar global. Namun meski masih dalam tahap substitusi, Indonesia bisa tetap memulai ekspansi ke kancah internasional.

Anggota DPR Komisi XI, Indah Kurnia menyampaikan pelaksanaan Festival Ekonomo Syariah (FESyar) Indonesia menjadi seremonial penting untuk mengingatkan. Bahwa, pemerintah dan masyarakat harus melihat potensi yang dimiliki di dalam negeri.

"Kita tidak perlu melihat keluar dulu, kita bisa kok memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan produk dari dalam negeri juga," kata dia.

Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, atau sekitar 207 juta orang yang tercermin dari 87,2 persen total penduduk Indonesia, tentunya memiliki potensi ekonomi yang sangat menjanjikan. Terutama dalam rangka mengembangkan 6 enam sektor unggulan industri halal di tanah air, seperti industri makanan halal, pariwisata halal, fesyen muslim, industri kreatif, pertanian terintegrasi dan juga energi terbarukan.

Optimisme ini semakin menguat, seiring penghargaan yang baru saja diterima oleh Indonesia dari Global Islamic Finance Report (GIFR) 2019. Indonesia meraih peringkat pertama di dunia dalam mengembangkan ekosistem keuangan syariah.

Peringkat terbaru ini naik cukup signifikan dari tahun sebelumnya yang berada di peringkat keenam. Maka dari itu, peluang untuk meningkatkan kredibilitas Indonesia di mata dunia semakin terbuka lebar.

Pemerintah perlu terus berupaya agar pengembangan ekonomi syariaah tanah air tidak lagi terlaksana dalam ruang yang monoton dan hanya terjebak pada rutinitas. Tetapi juga mulai fokus kepada inovasi dan pencapaian kualitas yang lebih baik.

BI berpegang pada tiga pilar cetak biru Eksyar Bank Indonesia. Kualitas yang lebih baik pada pilar pertama terkait pengembangan ekonomi syariah. Ini dapat ditempuh melalui pengembangan Halal Value Chain yang ditujukan untuk mendukung penciptaan produk halal tingkat tinggi.

Produk tidak hanya bisa diandalkan di dalam negeri, namun juga memenuhi standar internasional. Termasuk dalam pilar pertama tersebut juga memperkuat model bisnis Halal Value Chain yang sudah berjalan selama ini dan membangun skema business matching yang terstandar bagi pelaku usaha syariah.

Pada pilar yang kedua, terkait pendalaman pasar keuangan syariah, dapat ditempuh melalui ketersediaan pembiayaan syariah. Ini sekaligus mengintegrasikan sektor keuangan komersial maupun sosial syariah, dengan didukung variasi instrumen yang lebih beragam dan mampu menyasar jaringan investor yang lebih besar baik di dalam maupun luar negeri.

Pilar yang ketiga, terkait riset dan edukasi, kualitas yang lebih baik dapat dipenuhi melalui tersedianya sumber daya insani yang handal, professional dan berdaya saing. Disertai penyediaan materi ajar dan referensi akademik lainnya yang berorientasi sebagai rujukan tidak hanya di dalam negeri, namun juga sebagai standar yang diakui secara internasional.

Pagelaran FESyar Indonesia di tiga kota diharapkan juga menjadi ajang yang bisa memperkenalkan inisiatif dan terobosan di bidang ekonomi dan keuangan syariah. Juga menghadirkannya sebagai centre of excellence bagi lembaga – lembaga dalam payung Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement