Kamis 07 Nov 2019 15:21 WIB

BI: Defisit Anggaran Infrastruktur Capai Rp 5.000 Triliun

Pemerintah harus menambal kekurangan pembiayaan infrastruktur untuk 5 tahun ke depan.

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Sejumlah pekerja beristirahat di atas bangunan proyek infrastruktur LRT di Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (5/9/2019).
Foto: ANTARA FOTO
Sejumlah pekerja beristirahat di atas bangunan proyek infrastruktur LRT di Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (5/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menyebut sejumlah pekerjaan rumah masih harus dibenahi pada pemerintahan kabinet Indonesia Maju periode 2019-2024. Salah satunya terkait keterbatasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Deputi Gubernur BI Rosmaya Hadi mengatakan kebutuhan infrastruktur lima tahun ke depan mencapai Rp 6.000 triliun. Sedangkan APBN hanya mampu menutup sekitar Rp 1.000 triliun dalam lima tahun ke depan.

Baca Juga

"Tantangan pertama adalah keterbatasan APBN dan APBD. Berdasarkan data rancangan teknokratis Bappenas, lima tahun ke depan kita memiliki gap pembiayaan dari kebutuhan kita dari Rp 6.000 kita memiliki Rp 1.000 berarti gap Rp Rp 5.000 triliun. Besarnya setara dengan aset lima bank BUMN," ujarnya saat acara Workshop on Accelerating Infrastructure Development di Jakarta, Kamis (7/11).

Rosmaya menyebut tantangan berikutnya terkait implementasi skema kerja sama pemerintah dan Kerja sama Pemerintah Badan Usaha (KPBU) yang belum sepenuhnya optimal digunakan pada proyek infrastruktur di daerah.

"Kami melihat masih perlunya peningkatan pemahaman terhadap skema KPBU yang dapat mengatasi keterbatasan APBD. Terutama merealisasikan pembangunan infrastruktur yang tingkat pengembaliannya di bawah tingkat rate komersial," jelasnya.

Selanjutnya, tantangan terakhir terkait masih terbatasnya kompetisi penanggungjawab proyek kerja sama (PJBK) khususnya dalam implementasi skema KPBU. "Oleh karena itu, kembali kepada kompetisi dapat menutup gap di bidang yang kita butuhkan," ucapnya.

Sementara Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menekankan tiga upaya penting yang ditempuh Indonesia terkait pembiayaan infrastruktur agar dapat dilakukan secara adil dan berkelanjutan.

Pertama, Indonesia secara konsisten terus melakukan reformasi struktural, baik reformasi kelembagaan, reformasi fiskal, maupun reformasi pengaturan.

"Kami juga terus mengedepankan kebijakan pengelolaan makroekonomi yang berhati-hati yang sangat penting bagi pembangunan infrastruktur," ucapnya.

Kedua, penguatan koordinasi antar otoritas untuk mendorong peningkatan pembiayaan infrastruktur oleh sektor swasta. Berbagai pembiayaan inovatif telah dikembangkan dan berkontribusi pada pembiayaan pembangunan infrastruktur di Indonesia, termasuk Public Private Partnership (PPP), projects bonds, infrasctructure funds, asset and earning backed securities, dan blended finance.

Ketiga, akselerasi pengembangan infrastruktur yang memperhatikan dampak sosial dan lingkungan (social and environmental infrastructure).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement