REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Tiupan angin sepoi-sepoi mengiringi langkah Odo Hadori (65), selama berjalan menyusuri pematang di tengah persawahan di Kampung Sukasirna, Desa Manggungsari, Kecamatan Rajapolah, Tasikmalaya, Jawa Barat.
Menginjak sisi Sungai Citanduy, Odo menghentikan langkahnya, menatap barisan benda berbentuk roda besar yang berputar perlahan, deretan kincir air yang selama ini menjadi penyelamat para petani dari dampak kemarau panjang.
"Unggal usum halodo urang dieu mah ngadamel kincir, supados sawah teu kagaringan (Setiap musim kemarau warga di sini membuat kincir (air) supaya sawah tidak kekeringan)," ungkapnya.
Bagi petani di kawasan tersebut, kincir air menjadi jalan keluar untuk mengairi lahan persawahan yang terancam puso alias gagal panen kala musim kemarau. Secara swadaya dan bergoyong-royong warga di sana membuat kincir untuk mengalirkan air dari aliran Sungai Citanduy.
Bahan yang digunakan membuat kincir air pun sangat sederhana menggunakan bambu dan sejumlah papan kayu.