REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) mengatakan akan berusaha untuk berada di garda terdepan dalam upaya melawan isu radikalisme yang menurut mereka sudah dalam kategori darurat.
"Radikalisme agama yang berkembang belakangan ini, minimal delapan tahun terakhir, sudah sangat mengkhawatirkan," kata Ketua Pimpinan Wilayah GP Ansor Papua, Amir Mahmud Madubun, dalam pernyataan sikap dari hasil Rapat Koordinasi Nasional 2019 GP Ansor yang dibacakan di hadapan media di Kantor Pimpinan Pusat GP Ansor Jakarta, Kamis (7/11).
Ia mengatakan GP Ansor memandang isu radikalisme yang berkembang di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan dan sangat berbahaya atau sudah dalam kategori darurat.
Oleh karena itu, GP Ansor dan Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Nahdlatul Ulama yang merupakan badan otonom NU dari GP Ansor, merasa prihatin dengan kondisi itu dan akan senantiasa berupaya berada di garda terdepan untuk melawannya.
Kemudian, dalam pernyataan sikap tersebut, ia juga mengatakan bahwa Indonesia adalah negara demokrasi yang berideologi Pancasila dengan bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), bukan negara agama maupun sekuler.
Oleh karena itu, GP Ansor akan berjihad untuk menjaga NKRI dan Pancasila jika ada kelompok yang ingin mengubah sistem negara ini menjadi negara khilafah.
GP Ansor menganggap penunjukan setidaknya empat menteri, yakni Menteri Koordinator Politik, Hukum, Keamanan (Menkopolhukam), Menteri Pertahanan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama untuk secara khusus serius memberantas radikalisme harus diapresiasi dan didukung.
"Kebijakan Presiden ini menunjukkan bahwa pemerintah atau negara akan hadir dalam memberantas radikalisme," kata Ketua Pimpinan Wilayah GP Ansor Papua tersebut.
GP Ansor berkomitmen mendukung dan mengawal upaya pemerintah dalam pemberantasan radikalisme tersebut.
GP Ansor juga menolak bekerja sama dalam bentuk apapun dengan organisasi manapun yang dinilai menggunakan cara-cara kekerasan, melawan hukum dan menginginkan berdirinya negara di luar NKRI.