REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Lead Adviser Prospera Anton Hermanto Gunawan menilai, ekonomi Indonesia memiliki kecenderungan tumbuh sedikit melambat atau setidaknya flat pada 2020. Penyebabnya, ekonomi global yang menunjukkan kecenderungan sama. Pertumbuhan investasi menjadi kunci utama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun depan.
Belanja pemerintah yang selama ini didorong sebagai mesin utama pertumbuhan ekonomi agak tertahan. Anton mengatakan, kondisi tersebut tercermin dalam belanja barang dan bantuan sosial yang melambat hingga kuartal ketiga.
"Nah, indikator apa lagi yang dapat mendorong agar dari sisi kegiatan ekonomi meningkat?," ujarnya ketika ditemui usai Workshop Peningkatan Wawasan Statistik kepada Media di Jakarta, Kamis (7/11).
Anton menyebutkan, beberapa sektor utama yang biasanya memberikan kontribusi besar pada Produk Domestik Bruto (PDB) pun mengalami kontraksi. Sebut saja industri pengolahan, di mana sejumlah sektor mengalami perlambatan kecuali makanan dan minuman. Itupun karena adanya peningkatan produksi Crude Palm Oil (CPO).
Sektor pertambangan pun masih menghadapi tahun yang berat pada tahun depan. Termasuk, minyak dan gas yang mengalami penurunan investasi secara tajam dibandingkan tahun lalu. Begitupun dengan perdagangan besar dan retail yang memiliki faktor perlambatan. "Jadi, ini mesti hati-hati juga," kata Anton.
Anton bahkan menyebutkan kemungkinan ekonomi Indonesia yang tumbuh di bawah lima persen. Tapi, angkanya tidak akan terlalu tajam hingga 4 sampai 4,5 persen. Ia memproyeksikan, pertumbuhan ekonomi tahun depan masih berada di dekat lima persen.
Anton mengakui, prediksi tersebut belu memasukkan seberapa besar dampak prioritas pemerintah untuk menjaga stabilitas politik terhadap pertumbuhan ekonomi pada tahun depan. Apabila terjadi perubahan sentimen investasi ke arah positif, mungkin saja ekonomi Indonesia dapat tumbuh di atas lima.
Sebaliknya, jika negatif, agak berat untuk mencapai lima persen. Apalagi untuk menyentuh target pemerintah dalam Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020, yakni 5,3 persen.
"Kalau hanya melihat kondisi yang sekarang dan sebelumnya, asumsinya pun sama, keliatan flat atau melambat," ujar Anton.
Pemerintah masih dapat terus mendorong sentimen tersebut ke arah positif. Khususnya melalui reformasi kebijakan yang pro investasi. Omnibus law yang kini digencarkan pemerintah harus sejalan dengan perbaikan kualitas sumber daya manusia di tingkat pemerintah daerah.
Anton menggambarkan, apabila investasi pada tahun depan dapat tumbuh hingga delapan persen, pertumbuhan ekonomi pun bisa mencapai 5,1 hingga 5,2 persen. Sebab, investasi atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) memiliki share sekitar 30 persen terhadap PDB.