REPUBLIKA.CO.ID, BATAM -- Beberapa pekan ini masyarakat banyak dibingungkan dengan isu ciri-ciri radikal yang dinilai dari cara berpakaian. Deputi 1 Bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Mayjen TNI Hendri P Lubis menegaskan radikalisme dan terorisme tidak bisa dinilai dari apa yang dikenakan seseorang.
“Kita menilai seseorang bukan dari penampilan fisiknya, yang paling bahaya adalah pemikirannya. Radikal dalam pemikiran, radikal dalam sikap, dan radikal dalam tindakan,” ujar Hendri Lubis dalam acara Integrasi Nilai-nilai Agama dan Budaya di Sekolah dalam Menumbuhkan Harmoni Kebangsaan yang diselenggarakan BNPT dan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Kepulauan Riau (Kepri) di Hotel Aston, Batam, dalam siaran persnya, Jumat (8/11).
Hendri menilai, sebuah pemikiran yang sederhana dan keliru apabila menilai seseorang sebagai teroris dan radikal hanya dari jenggot, cadar, maupun celana cingkrang. Menurutnya ciri yang patut diwaspadai dari individu radikal adalah pemikiran atau ideologi yang dimilikinya.
Pada acara yang menghadirkan 105 tenaga pengajar tingkat PAUD, TK, SD, SMP/Sederajat ini Hendri Lubis meluruskan persepsi yang salah ciri radikal terorisme yang selama ini menjadi perdebatan berbagai kalangan. Ia membandingkan kasus pelaku terorisme di kawasan Sarinah, Jalan MH Thamrin, Januari 2016 lalu. Pada peristiwa itu, pelaku teror berpakaian layaknya masyarakat biasa dengan celana jeans, kaos dan topi.
Karena itulah, mantan Dansatinterl BAIS TNI ini menyatakan tidak ada korelasi yang kuat antara pakaian dan ideologi seseorang. Artinya, seseorang yang memakai celana cingkrang, jenggot, dan cadar bukan ciri pelaku terorisme.