REPUBLIKA.CO.ID, BRASILIA -- Mahkamah Agung Brasil memutuskan mengakhiri aturan yang mewajibkan terpidana langsung dipenjara setelah mereka kalah dalam sidang banding pertama, Kamis (7/11). Putusan berbau politis itu bisa mengarah pada pembebasan mantan presiden sayap kiri Brasil, Luiz Inacio Lula da Silva.
Penafsiran ulang terhadap hukum pidana Brasil itu dapat menguntungkan puluhan tahanan kelas kakap, salah satunya Lula. Ia dijebloskan ke penjara tahun lalu lantaran menerima suap. Terdakwa di Brasil bisa melakukan upaya habis-habisan melalui banding sebelum dipenjara
Dengan suara enam berbanding lima, pengadilan mencabut aturan yang berlaku selama tiga tahun terakhir ini. Padahal aturan itu membantu Brasil mencapai keberhasilan dalam penyelidikan korupsi terbesar yang disebut operasi Car Wash. Operasi tersebut menyeret puluhan eksekutif perusahaan dan politikus ke dalam penjara karena kasus suap.
Prospek menjalani vonis penjara segera setelah kalah saat banding pertama mendorong para tersangka menegosiasikan persetujuan dengan jaksa penuntut. Caranya dengan memberi mereka informasi yang telah membantu membongkar skema korupsi terbesar dalam sejarah Brasil.
Jaksa penuntut dalam kasus Car Wash mengatakan putusan itu akan mempersulit tugas mereka dan mendukung impunitas karena proses banding Brasil terlalu panjang. Mereka mengatakan melalui pernyataan keputusan mahkamah tersebut bertolak belakang dengan kepentingan negara yang ingin memberantas korupsi.
Pengacara Lula mengatakan mereka akan mengupayakan kliennya segera dibebaskan oleh pengadilan lebih rendah, yang dulu menjatuhkan vonis terhadapnya. Vonis penjara delapan tahun 10 bulan telah dijalani Lula sejak 2018 setelah ia terbukti bersalah menerima suap dari sejumlah perusahaan dengan imbalan kontrak pemerintah. Ketua Mahkamah Agung Brasil Jose Antonio Dias Toffoli, yang memberikan suara penentuan, mengatakan pembebasan itu tidak langsung berlaku melainkan harus diputuskan oleh pengadilan berdasarkan kasus per kasus.