REPUBLIKA.CO.ID, KENDARI -- Tim penyidik mengundang puluhan orang untuk didengarkan keterangannya guna mendalami keberadaan desa fiktif di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Desa fiktif itu diduga telah menerima transfer dana desa dari pemerintah pusat.
Kepala Bidang Humas Polda Sulawesi Tenggara, AKBP Harry Goldenhart, di Kendari, Jumat, mengatakan, penyidik meminta keterangan puluhan orang yang dianggap mengetahui proses pembentukan desa yang disinyalir fiktif. Polisi juga memeriksa pihak-pihak yang terlibat mengelolah transfer dana dari pemerintah pusat.
"Pengungkapan dugaan desa fiktif di Konawe yang sudah menjadi pembicaraan nasional membutuhkan kecermatan karena penyidik mesti mengungkap riwayat terbentuknya desa-desa tersebut hingga benar atau tidak telah terjadi penggunaan uang negara," kata Harry.
Polisi, menurut Harry, berkomitmen mengusut tuntas dugaan desa fiktif yang dinyatakan sebagai modus baru kejahatan keuangan negara. Pihaknya telah menghadirkan sedikitnya 57 orang untuk memberikan klarifikasi.
"Mengenai pendampingan KPK dalam pengusutan dugaan desa fiktif di Konawe sesuatu yang sah-sah saja karena diatur oleh perundang-undangan yang bertujuan mengoptimalkan penanganan suatu perkara," jelas Harry.
Informasi yang dihimpun menyebutkan tiga desa, yakni Desa Ulumeraka, Desa Uepai, dan Desa Morehe dinyatakan fiktif. Namun, pihak Pemerintah Kabupaten Konawe menepis sebutan desa fiktif di wilayah tersebut.
"Tidak ada desa fiktif di Konawe. Segelintir pihak yang menyebut desa fiktif karena tidak tuntas menerima informasi atau menerima informasi dari orang yang tidak tepat," kata Wakil Bupati Konawe, Gusli Topan Sabara.
Gusli mengatakan, penegak hukum dari kepolisian sudah melakukan penelusuran dugaan desa fiktif untuk memastikan benar atau tidak sinyalemen yang mencoreng tersebut.
"Kami dorong aparat penegak hukum untuk mengungkap tudingan rekayasa atau apa pun yang dialamatkan negatif di Bumi Konawe," kata Gusli yang merupakan kader PAN tersebut.