REPUBLIKA.CO.ID, Presiden Bolivia, Evo Morales, mengutuk tindakan yang dilancarkan kepada walikota perempuan Patricia Arce, di mana kelompok pendukung oposisi memotong rambutnya secara paksa dan menyiramnya dengan cat merah, kemudian mengarak Arce telanjang kaki di jalanan kota Vinto. Bolivia diguncang unjuk rasa mematikan pascapemilu, di mana Morales diklaim melakukan kecurangan dalam pemilihan ulang yang digelar bulan lalu.
Kamis (07/11) waktu setempat, di kota Vinto, kelompok pro oposisi memaksa masuk ke balai kota dan menyeret wali kota Patricia Arce ke jalanan sebelum mereka akhirnya membakar kantor tersebut. Dalam cuitan di Twitter, Morales mengatakan bahwa Arce yang anggota partainya, partai Gerakan Sosialisme (MAS), telah "dibawa paksa secara kejam karena pemikiran dan prinsip-prinsip Arce terhadap orang miskin."
Arce telihat diarak di jalanan kota Vinto, rambutnya dipotong, dan badannya berlumuran dengan cat berwarna merah. Dia diseret dan dipaksa berjalan tanpa alas kaki oleh kelompok pendukung oposisi, sebelum akhirnya diselamatkan oleh aparat kepolisian kota Vinto dengan menggunakan sepeda motor.
Partai MAS pun menuntut polisi untuk menangkap para pelaku dan membawanya ke pengadilan. Sementara itu, pihak balai kota Vinto menyampaikan bahwa kini Arce sedang dalam tahap pemulihan setelah peristiwa yang dialaminya.
"Bagi orang-orang ini, menjadi seorang wanita adalah kejahatan, menjadi pribadi yang rendah hati adalah kejahatan, mengenakan rok adalah kejahatan," kata Wakil Presiden Bolivia, Alvaro Garcia.
Ia menambahkan, "Ini tidak pernah terjadi dalam demokrasi kita. Itu disebut fasisme: menyerang wanita, menyerang mereka karena etnis mereka. Apa yang dihadapi Bolivia kini adalah gelombang fasisme."
Demo kelompok pro-oposisi Bolivia.
Satu mahasiswa tewas
Seorang mahasiswa berusia 20 tahun tewas dalam unjuk rasa Rabu (06/11), di mana terjadi bentrokan antara kelompok pendukung dan kelompok yang anti pemerintah di provinsi Cochabamba, Bolivia.
Dengan demikian total korban tewas bertambah menjadi tiga orang, sejak pemilihan ulang 20 Oktober lalu. Dilaporkan 20 orang mengalami luka-luka dalam aksi unjuk rasa tersebut. Akibat peristiwa ini, tekanan terhadap Presiden Evo Morales untuk turun dari jabatannya pun semakin menguat.
Sebelumnya, pemimpin unjuk rasa Luis Fernando Camacho tiba di ibu kota Bolivia, La Paz, menuntut Evo Morales untuk mengundurkan diri dari jabatannya karena tuduhan kecurangan yang ia lakukan saaat pemilihan ulang bulan lalu.
Tuntutuan juga terus berdatangan dari beberapa wilayah. Camacho, pemimpin kelompok pro oposisi pemerintah dari kota Santa Cruz berencana untuk mendatangi istana kepresidenan untuk memberikan surat pengunduran diri presiden yang harus Morales tandatangani.
Carlos Mesa yang merupakan rival Morales dalam pemilu presiden, bertemu Camacho di bandara menyambut kedatangan Camacho.
"Saya pikir ini adalah momen mendasar bagi oposisi untuk percaya pada sistem demokrasi dan ini merupakan jalan keluar yang damai," ujar Mesa.
Sebagaimana diketahui, Evo Morales yang telah menjabat sebagai Presiden Bolivia sejak tahun 2006, kembali memenangkan kontestasi pemilihan presiden Bolivia dan mengklaim bahwa pihak oposisi tengah berusaha untuk melakukan kudeta terhadap dirinya, dan menyalahkan rival-rivalnya terkait unjuk rasa yang terjadi beberapa waktu terakhir.