REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bakal memperketat makanan dan minuman (mamin) olahan yang masuk ke Indonesia. Pengamanan nantinya bakal melibatkan sejumlah instansi dan kementerian untuk meminimalisir pangan impor yang belum memiliki jaminan keamanan dan kesehatan.
Kepala BPOM Penny Lukita tak menampik bahwa saat ini masih ada sejumlah pangan impor yang belum memiliki jaminan kesehatan dan keamanannya. Sehingga pengamanan di lintas batas akan diperketat dengan melibatkan BPOM sebagai salah satu satuan tugas.
“Kita akan eratkan lagi ke Bea Cukai (Kementerian Keuangan), Kominfo, dan lembaga lainnya. Agar pangan impor yang belum terjamin ini bisa dicegah,” ujar Penny kepada Republika, di Jakarta, Sabtu (9/11).
Jaminan keamanan serta kesehatan pangan, kata dia, merupakan isu penting sebagai tindakan preventif terhadap penyakit-penyakit yang dapat ditimbulkan akibat konsumsi makanan tidak sehat. Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada 2018 menyebutkan, prevalensi pada kasus obesitas saja di usia rata-rata 15 tahun, sebesar 35,4 persen.
Prevalensi obesitas pada jenjang usia tersebut lebih banyak diderita oleh kalangan perempuan. Di mana sebanyak 26,3 persen berasal dari kaum perempuan, dan 14,5 persennya diderita kalangan laki-laki. Kasus ini salah satunya berasal dari rendahnya kandungan gizi yang seimbang dalam mamin yang dikonsumsi.
Penny menyampaikan bahwa sejauh ini pemerintah telah melakukan edukasi kepada konsumen. Salah satunya adalah dengan mensosialisasikan program pengecekan keamanan pangan yang hendak dikonsumsi. Konsumen diimbau untuk mengecek keamanan produk mulai dari kandungan gizi, kehalalan, hingga tanggal kedaluarsa.
Berdasarkan catatannya, sepanjang 2018 terdapat kasus luar biasa (KLB) semisal keracunan pangan sebanyak 34 persen. Hal ini, kata dia, diharapkan dapat diminimalisir dari pengawasan yang juga dilakukan oleh e-commerce. Pihaknya mengaku telah menggandeng kerja sama dengan sejumlah raksasa e-commerce untuk mencegah peredaran pangan tanpa jaminan keamanan pangan.
Ke depan, Penny menyebut, bukan tidak mungkin bagi pelaku usaha di lingkup e-commerce yang dikenakan sanksi akibat masih menjual mamin tak terjamin. Hanya saja untuk tahap awal pihaknya masih akan menggencarkan edukasi kepada seluruh e-commerce dan juga merchant yang berada di dalamnya.
“Ya, memang harusnya (mamin) yang beredar di konsumen itu harus sudah ada jaminan keamanan dari BPOM. Kita edukasi dulu, baru nanti dikenakan sanksi,” ungkapnya.
Penny membeberkan bahwa penindakan terhadap kasus peredaran mamin yang belum terjamin keamanannya sudah dilakukan. Hanya saja pihaknya masih perlu meng-update kembali data yang akan dirilis.
Assistant Food Agriculture Organisation (FAO) for Indonesia Ageng Herianto menyatakan, pengawasan terhadap keamanan pangan di negara-negara berkembang seperti Indonesia memang belum menggairahkan. Indikasinya adalah masih adanya barang impor yang belum terjamin aman.
Dia membeberkan bahwa di negara-negara maju seperti Australia dan Selandia Baru, pengawasan serta penindakan pangan ilegal dan tak sehat dilakukan dengan ketat. “Kalau ketahuan bahwa produsen atau importir A produknya enggak aman, langsung dilarang masuk,” kata Ageng.
Lebih lanjut, kata Ageng, sebagai organisasi pangan dunia, FAO saat ini tengah membangun kesadaran konektivitas pengawasan pangan antar-negara. Caranya adalah dengan menggandeng lembaga maupun kementerian di suatu negara untuk membangun sistem keamanan pangan yang terkoneksi satu sama lain.
Tak hanya itu, pengawasan keamanan pangan sudah sejatinya perlu dilakukan dari sektor hulu. Di mana apabila hal tersebut terealisasi, menurut dia, produ-produk pangan dari dan ke Indonesia akan memiliki nilai tambah dan daya saing di lingkup global.
“Kalau sistem di Indonesia kan, yang (pangan) segar itu pengawasannya dari Karantina Kementan sedangkan yang olahan di BPOM. Ini kita harap bisa bersinergi,” ujarnya.