REPUBLIKA.CO.ID, MAGELANG -- Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) masih kekurangan 26 ribu lebih penyuluh keluarga berencana. "Secara nasional kita kekurangan penyuluh KB banyak sekali, tetapi kemampuan negara untuk itu terbatas. Makanya, kalau kami bertemu bupati atau wali kota, ya berbagilah, dibebankan kepada kabupaten/kota dengan tenaga non-PNS untuk membantu sebagai penyuluh," kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo di Magelang, Jawa Tengah, pekan lalu.
Dalam acara yang dihadiri para penyuluh KB tersebut terungkap jika satu penyuluh KB melakukan penyuluhan di 10 desa. Hal ini dinilai belum ideal untuk menyukseskan program KB.
"Idealnya satu desa satu penyuluh. Kurang banyak sekali, kalau di Jawa Tengah mungkin ditambah 2.500 baru cukup," katanya.
Guna mencukupi kekurangan penyuluh KB tersebut, selain berbagi dengan kabupaten/kota, juga mendapatkan alokasi penerimaan CPNS. Tahun lalu, BKKBN secara nasional mendapatkan alokasi penerimaan 800 CPNS, kemudian tahun ini sekitar 230-an.
"Jadi, saya nanti akan mengusulkan lagi," katanya.
Menyinggung kekurangan tenaga penyuluh, dia mengatakan solusinya BKKBN memberdayakan masyarakat dengan peran pembantu pembina keluarga berencana desa (PPKBD). Kemudian, ada juga sub-PPKBD yang berada di tingkat dusun.
"Memang mereka sering digaji dengan dana desa, gajinya ada yang Rp 100-150 ribu. Jadi kalau penyuluh swadaya dari masyarakat banyak, solusinya itulah, tidak semua PNS," kata Hasto.