REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Rusia Vladimir Putin melakukan perbincangan melalui saluran telepon, Sabtu (9/11). Keduanya dilaporkan membahas menyoal serangan ofensif militer Turki di Suriah.
Seperti diketahui, Turki telah melancarkan serangan lintas perbatasannya sebulan yang lalu. Pihaknya mengklaim tujuan serangan adalah untuk mengusir pasukan pimpinan Kurdi dari wilayah perbatasan, hingga menciptakan zona aman untuk pengungsi Suriah.
Hal tersebut dinilai menghentikan kemajuan di bawah kesepakatan dengan Amerika Serikat (AS) yang menyerukan penarikan dari perbatasan pada pejuang Kurdi YPG, yang malah Ankara sebut sebagai teroris sebab kaitan mereka dengan militan Kurdi yang melancarkan pemeberontakan di Turki.
Erdogan kemudian menyetujui perjanjian dengan Moskow. Dia juga menyerukan YPG untuk menarik setidaknya 30 kilometer atau hampir 20 mil pasukan dari perbatasan. Namun, sejak itu ia mengatakan bahwa Washington maupun Moskow tidak dapat memenuhi kesepakatan.
Kantor Kepresidenan Turki mengatakan, Erdogan dan Putin mengkonfirmasi komitmen mereka terhadap kesepakatan yang dibuat pada pertemuan di resor Laut Hitam Sochi. Kesepakatan tersebut menyepakati keterbukaan bagi patroli militer bersama Rusia dan Turki di dalam wilayah Suriah.
Melalui telepon, keduanya juga membahas perdagangan bilateral. Meski demikian, pihak Turki tidak memberikan detail lebih jauh. Presiden Turki dilaporkan juga akan mengadakan pembicaraan dengan Presiden AS Donald Trump di Washington pada Rabu.
Dalam pernyataan kemarin, Erdogan mengatakan, negaranya tidak akan hengkang dari Suriah hingga negara-negara lain keluar dari sana. Dia pun menyatakan akan melanjutkan serangan terhadap pasukan Kurdi di perbatasan Suriah-Turki.
"Kami tidak akan pergi dari Suriah sampai negara-negara lain keluar. Kami tidak akan berhenti melancarkan serangan militer, sampai setiap teroris terakhir meninggalkan wilayah ini," kata Erdogan, Jumat (8/11), dikutip laman Aljazirah.