REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Divisi Pembelaan HAM Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kon tras) Arif Nur Fikri meminta polisi tidak berhenti menyelesaikan kasus penembakan dua mahasiswa Immawan Randi (21 tahun) dan M Yusuf Kardawi (19) di Kendari, Sulawesi Tenggara. Menurut Kontras, ada dua kasus yang terjadi secara bersamaan saat unjuk rasa mahasiswa Kendari pada 26 September 2019.
Arif mengatakan, Brigadir AM telah ditetapkan sebagai tersangka penembakan korban Randi. Sementara itu, pelaku penembakan dan penganiayaan terhadap korban Yusuf belum diungkap. "Brigadir AM ini tersangka dalam kasus penembakan Randi atau Yusuf? Kalau memang kasus Randi, berarti kasus Yusuf belum terungkap. Saya berharap, polisi tidak berhenti hanya pada kasusnya Randi," kata Arif kepada Republika, Ahad (10/11).
Pada Kamis (7/11), polisi menetapkan Brigadir AM sebagai pelaku penembakan Randi dan seorang perempuan hamil, Maulida Putri (23). Sementara itu, untuk pelaku pembunuhan Yusuf masih diselidiki. Kepala Sub direktorat V Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Kombes Chuzaini Patoppoi mengatakan, penetapan itu berdasarkan barang bukti, termasuk uji balistik proyektil.
Uji balistik menyimpulkan dua proyektil dan dua peluru identik dengan senjata api jenis HS yang digunakan Brigadir AM. "Berdasarkan fakta-fakta tersebut kami penyidik sudah melakukan gelar perkara dan menyimpulkan Brigadir AM telah ditetapkan sebagai tersangka," kata dia.
Brigadir AM adalah anggota Satres krim Polres Kendari yang telah mendapat sanksi internal dari Propam Polri bersama lima rekannya. Keenam anggota polisi itu ketahuan membawa senjata api dengan peluru tajam saat pengamanan aksi unjuk rasa menolak revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pada 26 September.
Namun, polisi mengklaim berdasarkan rekaman CCTV, keenam anggota itu melakukan penembakan ke arah atas. Patoppoi juga mengaku mendapatkan tiga hasil visum, yaitu milik Randi yang disimpulkan tewas akibat luka tembak.
Kemudian, milik Yusuf yang disimpulkan bukan karena luka tembak dan milik Maulida Putri yang mengalami luka tembak di bagian betis kanan. Brigadir AM dikenakan Pasal 351 ayat 3 dan atau Pasal 359 KUHP subsider Pasal 360. Saat ini, AM telah ditahan di Bareskrim Polri dan berkas perkara segera dilimpahkan ke kejaksaan.
Arif melanjutkan, dalam investigasi Kontras, Yusuf terkena luka tembak dan dipukul. Polisi diminta bisa menyelidiki siapa pemukul dan penembak Yusuf sehingga kasus ini tidak diabaikan begitu saja. Polisi juga sudah memeriksa para saksi yang melihat kejadian Yusuf dan Randi.
Arif bercerita, ketika melakukan investigasi di Kendari, ia menemukan para saksi yang melihat Yusuf terjatuh dan ditodong senjata api. Namun, untuk Randi tidak ada video maupun saksi yang melihat. "Saksi hanya melihat Randi terjatuh," kata dia.
Ia juga mempertanyakan temuan polisi terkait peristiwa penembakan tersebut, yaitu Brigadir AM menembak ke arah atas dan pelurunya mengenai korban. "Ya (nanti) lihat proses persidangannya saja dulu. Kalau buat saya, tidak masuk akal karena tembakan ke atas turunnya ke bawah. Kalau yang Putri (korban), kena betis itu masuk akal. Nanti lihat saja di proses pengadilan, itu semua pasti akan membuktikan," kata dia.
Arif berharap, kasus kedua mahasiswa tersebut diselesaikan dengan jelas. Artinya, polisi benar-benar mencari bukti dan tersangka atas kasus kedua mahasiswa tersebut. "Jangan karena ada penekanan siapa penembak Randi baru polisi bergerak dan menangkap tersangka. Satu lagi, Yusuf belum selesai," kata Arif.
Mahasiswa dari Universitas Haluoleo melempar batu kearah aparat kepolisian saat aksi unjuk rasa di depan Polda Sulawesi Tenggara, Kendari, Sulawesi Tenggara, Senin (28/10/2019).
Tunggu pengadilan
Ketika dikonfirmasi kembali, Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Asep Adi Saputra mengaku kasus Kendari itu sudah disampaikan pada Kamis (7/11). Saat ini, pihaknya tengah menindaklanjutinya ke jaksa penuntut umum.
"Pokoknya semua akan disampaikan oleh ahli di persidangan berdasarkan hasil pemeriksaannya. Kalau terkait Yusuf, kemarin kan sudah dijelaskan. Kami tidak akan membuka semuanya, nanti mengganggu persidangan dan menciptakan multipersepsi," kata dia. Meski begitu, ia mengaku, belum mengetahui kapan persidangan akan dimulai.
Sementara itu, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPP IMM) Najih Prastiyo mengaku mengapresiasi kerja Polri yang akhirnya menetapkan tersangka meski terlambat atau 40 hari setelah kejadian. "Walau (kinerja Polri) terkesan lamban, IMM tetap mengapresiasi kerja tim investigasi Polri dalam penanganan kasus penembakan Immawan Randi dan Yusuf," kata Najih, pekan lalu.
Najih menegaskan, IMM menuntut kepada hakim pengadilan umum untuk menuntut Brigadir AM dengan hukuman yang sangat berat. (haura hafizhah/fuji e permana, ed: ilham tirta)