REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Presiden Iran Hassan Rouhani mengumumkan penemuan ladang minyak baru pada Ahad (10/11) waktu setempat. Ladang tersebut mengandung lebih dari 50 miliar barel minyak.
Kandungan minyak tersebut dapat meningkatkan cadangan Iran hingga sepertiganya di tengah kesulitan menjual komoditas tersebut akibat sanksi AS.
"Penemuan ladang minyak ini di lahan luas provinsi barat daya Khuzestan, yang menampung sekitar 53 miliar barel minyak mentah," ujar Rouhani dalam pidato dari pusat kota Yazd seperti dilansir laman ABC News, Senin (11/11).
"Ini adalah hadiah kecil dari Pemerintah kepada rakyat Iran," kata Rouhani menambahkan.
Dalam pidatonya, Rouhani juga menyinggung Amerika Serikat yang memberikan sanksi terhadap negaranya. "Saya memberi tahu Gedung Putih bahwa Iran adalah negara kaya. Terlepas dari permusuhan dan sanksi kejam Anda, pekerja dan insinyur industri minyak Iran menemukan ladang minyak yang hebat ini," ujar Rouhani.
Wilayah cadangan minyak itu sedalam 80 meter, membentang hampir 200 kilometer dari perbatasan Khuzestan dengan Irak ke kota Omidiyeh. Temuan itu akan menambah sekitar 34 persen cadangan minyak Iran saat ini, yang diperkirakan oleh raksasa energi BP menjadi 155,6 miliar barel.
Cadangan minyak mengacu pada minyak mentah secara ekonomi layak untuk diekstraksi. Angka-angka dapat sangat bervariasi di setiap negara karena standar yang berbeda, meskipun tetap menjadi tolok ukur perbandingan di antara negara-negara penghasil minyak.
Iran saat ini memiliki simpanan minyak mentah yang terbukti terbesar keempat di dunia. Negeri Paramullah itu juga memiliki simpanan gas alam terbesar kedua di dunia. Iran berbagi ladang minyak raksasa di lepas pantai Teluk Persia dengan Qatar.
Cadangan baru tersebut, jika terbukti, akan mengangkat Iran sebagai penghasil minyak ke tempat ketiga, tepat sebelum saingan berat regional Arab Saudi. Kendati demikian, perusahaan atau pemerintah mana pun yang membeli minyak Iran dapat menghadapi sanksi keras dari AS. Ancaman sanksi itu menghentikan miliaran dolar AS dalam transaksi bisnis Iran serta membuat mata uang Iran, rial merosot tajam.