REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penundaan ekspor nikel yang sempat diberlakukan oleh Menko Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan kini sudah dicabut. Namun, dua perusahaan dinyatakan tetap dilarang ekspor karena masih dalam tahap evaluasi pembangunan smelter.
Direktur Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan, Heru Pambudi menjelaskan semula ada 11 perusahaan yang dilaporkan diduga melakukan pelanggaran izin ekspor nikel. Dari 11 perusahaan setelah dilakukan verifikasi tersisa dua perusahaan yang dinilai belum penuhi syarat untuk ekspor. Hanya sembilan yang dinilai memenuhi syarat dan tidak melanggar aturan sehingga keran ekspornya kembali dibuka.
"Sekarang yang perlu verifikasi lanjutan ada dua, yang sembilan sudah penuhi syarat sehingga kita bisa ijinkan ekspor," kata Heru ditemui di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jakarta, Senin (11/11).
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kata Heru yang selanjutnya akan melakukan verifikasi dengan menunjuk surveyor. Dia belum memastikan berapa lama verfikasi tersebut dilakukan. "Makanya kami akan koordinasi lebih lanjut supaya ada kepastian," katanya.
Kedua perusahaan tersebut diverifikasi kemajuan pembangunan smelter, kemudian kadar nikel, serta volume nikel yang diizinkan untuk diekspor. "Masih akan dilakukan verifikasi lanjutan dan artinya kami tahan, ekspornya belum kami rilis ," ujar Heru.
Sementara itu, Dirjen Mineral dan Batu bara (Minerba) Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono mengungkapkan dua perusahaan yang masih dilarang untuk melakukan ekspor nikel adalah PT Toshida dan PT Tonia. "Kayanya begitu," kata dia di Kementerian ESDM, Senin (11/11).
Bambang juga menjelaskan sebenarnya berdasarkan jadwal yang ada verifikasi terhadap progres pembangunan smelter kedua perusahaan belum jatuh tempo. "Review smelter itu setiap enam bulan sekali, karena ini masih di tengah-tengah jadi harus menugaskan tim khusus. Dua itu yang diliat di lapangan," jelas Bambang.
Dia menuturkan ekspor nikel sempat dihentikan lantaran ada temuan ekspor dengan volume yang sangat besar terjadi dalam beberapa bulan terakhir. Menurut Bambang karena ada aturan percepatan larangan ekspor yang baru dari pemerintah pada 1 Januari 2020 dari sebelumnya tahun 2022 maka perusahaan menggenjot ekspor tersebut.
Bambang memastikan meski digenjot tapi kondisi cadangan dan lahan tambang tetap terjaga baik. Hal itu diperbolehkan dengan catatan tidak menambang diluar wilayah yang sudah diberikan pemerintah.
"Itu kan kemungkinan bermacam-macam, bisa saja karena jatahnya itu sebetulnya selesai Agustus atau Juli tapi karena disetop dari Januari, dia berusaha memadatkan jadwalnya. Jadi sesuai dengan kuota yang sudah dikasih dan kemampuan tambang. Jangan ambil dari tempat lain. Kan kemampuan tambang terbatas," jelas Bambang.