REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — JAKARTA -- Peneliti dari Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta melihat wilayah Lampung kaya dengan manuskrip atau naskah keagamaan. Akan tetapi perhatian para peneliti terhadap manuskrip Lampung masih minim.
Ketua Tim Peneliti Eksplorasi dan Digitalisasi Naskah Lampung, Zulkarnain Yani mengatakan, selama ini perhatian peneliti manuskrip terhadap Lampung sangat minim. Mungkin karena aksara Had Lampung dan bahasa Lampung kuno sulit dipahami.
"Naskah-naskah keislaman di Lampung luar biasa, jejak Islam di Lampung sangat kuat sekali," kata Zulkarnain kepada Republika saat Evaluasi Kebijakan dan Pembahasan draf Executive Summary Penelitian Eksplorasi dan Digitalisasi Naskah Lampung di Jakarta, Senin (11/11).
Ia menerangkan, manuskrip Lampung yang pernah dijumpai dan diteliti isinya tentang ilmu fiqih, tauhid, tarekat, doa, mantra, hukum adat, hikayat, primbon, dan mushaf Alquran. Salah satu alasan meneliti manuskrip Lampung untuk mengungkap bahwa Lampung kaya akan manuskrip.
Zulkarnain ingin menyampaikan kepada para peneliti manuskrip agar tidak hanya meneliti daerah yang sudah sering diteliti. Dia telah membuktikan bahwa Lampung juga menjadi tempat menulis dan menyimpan manuskrip tentang keagamaan, obat-obatan herbal dan lain sebagainya.
Ia menceritakan, selama 20 hari melakukan penelitian ada 42 manuskrip Lampung yang berhasil diinventarisasi dan didigtalisasi. Manuskrip tersebut tersebar di berbagai kabupaten di Provinsi Lampung.
Tapi menurutnya kemungkinan besar masih banyak manuskrip yang disimpan masyarakat Lampung dan belum ditemukan peneliti. "Jadi sebenarnya kalau mau ditelusuri lebih lanjut, naskah-naskah Lampung masih banyak," ujarnya.
Manuskrip Lampung yang sudah dijumpai, diinventarisasi dan didigtalisasi ditulis menggunakan aksara Had Lampung, Arab dan Jawa. Bahasa yang digunakan Lampung, Rejang, Melayu, Serang, Jawa, dan Arab.
Sementara alas tulis yang digunakan terbuat dari kertas Eropa, kertas bergaris, lempeng logam, dan tanduk kerbau. "Manuskrip yang menggunakan aksara Had Lampung (umumnya) berbahasa Lampung Kuno dan bahasa Rejang," jelasnya.
Akan tetapi, Zulkarnain mengakui tidak mudah mendapatkan manuskrip Lampung. Peneliti harus melakukan pendekatan budaya untuk memasuki wilayah masyarakat Lampung guna mendapatkan manuskrip. Sementara manuskrip tersebut kebanyakan dianggap sakral oleh masyarakat setempat. Jadi tidak sembarangan untuk bisa menemukan manuskrip dan melakukan digitalisasi manuskrip.